Rabu, 27 April 2022

MUDIK , MARI PULANG KE UDIK, DAN SILATURAHIM



 

MUDIK , MARI PULANG KE UDIK, DAN SILATURAHIM

Oleh : Dail Ma’ruf, M.Pd

 

Dasar Pemikiran Mudik.

            Dalam al Qur’an kita diperintahkan untuk selalu taat  kepada Allah SWT, rosulnya dan pemimpin. Pada ayat lain dalam surat Lukman Allah SWT perintahkan kepada semua manusia untuk berbakti kepada kedua orang tua.  Bahkan dalam hadits, ridla Allah tergantung pada keridloan orang tua, demikian pula murkanya Allah amat tergantung pada murka keduanya. Dalam tafsir ayat dan hadits di atas, dapat dipahami bahwa ajaran Islam sudah mengatur segala hal terkait kehidupan manusia, bukan hanya terkait kehidupannya di dunia, bahkan kehidupan setelah kita meninggalkan alam dunia pun sudah dibuat aturannya. Dalam kaitannya dengan fenomena mudik tahun 2022 yang sedang ramai dibicarakan pada saat naskah ini dibuat, muncul pertanyaan apakah mudik itu, dan dari mana asal mula mudik ini?.

            Ijinkan  saya untuk memperkenalkan diri sendiri. Nama saya Dail Ma’ruf tinggal di Kota Serang  Provinsi Banten. Saat ini saya bekerja sebagai praktisi Pendidikan sebagai Ketua Yayasan Semesta Alam Madani ( YASALAM ). Dalam kegiatan literasi diamanahkan sebagai Kabid Literasi Ikatan Keluarga Alumni Yayasan Asrama Pelajar Islam baca IKA-YAPI. Untuk menjawab pertanyaan ini,  memang tidak ada yang tahu secara pasti asal mula mudik dan rupanya hanya di Indonesia yang mudik ini menjadi budaya nasional. Saat saya masih mahasiswa, terkait mudik ini, selama 3 tahun tidak pernah mudik sebelum lebaran baik Idul Fitri maupun Idul Adha.

            Bukan karena tidak punya ongkos untuk mudik, karena aturan di asrama YAPI yang  bernama Asrama Sunan Gunung Jati ( ASGJ ) mensyaratkan siap jadi panitia sholat Ied Jakarta Timur yang semua panitianya adalah warga ASGJ. Kami yang tinggal di asrama tersebut jumlahnya sekitar 13 orang, menjadi tim solid untuk suksesnya acara sholat ied. Sekali selama tinggal di ASGJ saya berkesempatan menjadi ketua PHBI dan menyampaikan laporan kegiatan di atas podium di hadapan ribuan jamaah Didihadiri Wali Kota Jakarta Timur, Kapolres Jakarta Timur, Para Tokoh Masyarakat, Para Kiyai, Ustadz dan kaum muslimin muslimat yang hadir di lapangan Urip Sumiharjo Jatinegara.  Menjadi moment indah tak terlupakan bagi saya, menunjukan kebenaran bahwa pengalaman itu adalah guru yang paling berharga. 

Suasana 4 hari jelang lebaran pelabuhan Merak Banten

 

Mudik Budaya atau Ajaran Islam

            Bagi saya mudik itu artinya mau ke udik atau mau ke kampung. Jadi mudik ini dilakukan orang kampung yang pergi merantau ke kota untuk bekerja. Setahun sekali mereka pulang ke kampung halamannya. Mudik dilakukan pada saat lebaran Idul Fitri. Selama 12 bulan mencari nafkah di kota dan pada moment istimewa lebaran idul fitri, mereka pulang kampung untuk berkumpul bersama kedua orang tua dan keluarga besarnya. Merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa Ramadhan. Sungguh menjadi sebuah peristiwa yang membahagiakan sekaligus mengharukan.

            Pertanyaannya adalah apakah mudik itu ajaran Islam?. Jawabannya bukan. Lantas mengapa di Indonesia sangat monumental peristiwa mudik ini ?. Setiap mudik lebaran pemberitaannya selalu viral hampir sebulan secara nasional?. Analisa dari saya, tentu bersifat pribadi,  karena mudik sudah menjadi budaya.  Sehingga sudah mengakar dalam hati dan pikiran kolektif mayoritas bangsa Indonesaia bahwa mudik lebaran itu merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Apapun keadaannya dan bagaimanapun caranya, yang utama, bila lebaran tiba, maka bagi perantau yang ke kota dari kampungnya harus mudik, titik.

            Jika diamati lebih jauh dari historis, NKRI  yang memang secara kewilayahan sangat luas dan tersebar di pulau-pulau, faktanya hingga reformasi tahun 1998, pembangunannya sangat sentralistik atau berpusat di beberapa kota saja. Seakan yang dimaksud dengan kota hanyalah Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Bali, Makassar dan Manado, Balikpapan dan Samarinda, serta Medan dan Padang. Dari kota-kota tersebut yang jadi sentral utamanya adalah Jakarta, dari seluruh pelosok negeri anak bangsa berlomba ke Jakarta dan mengadu nasibnya di ibu kota.

            Sampai-sampai ada semacam pepatah orang Medan yang menyatakan bahwa merantaulah kau ke Jakarta dan taklukan ganasnya Ibukota, kemudian jangan kau Kembali bila belum sukses. Tentu pada umumnya ukuran sukses tersebut adalah materi. Alhamdulillah pasca reformasi ada semangat baru dalam membangun NKRI dari sentralistik menjadi desentralisasi atau pemerataan pembangunan hingga ke desa-desa. Bahkan saking seriusnya menggenjot ketertinggalan pembangunan daerah sampai dibuat kementrian desa, dan permbangunan daerah tertinggal. Dana untuk mensukseskan program pembangunan desa pun ditetapkan 1 milyard perdesa/ tahun.

            Buahnya kita bisa rasakan bahwa saat ini di jalan perkampungan pun sudah merata jalan coran yang bagusnya sama dengan di perkotaan. Semoga dengan banyaknya pembangunan di daerah atau desa, maka para perantau yang dulu hanya fokus bekerja di kota, saat ini bisa mendapatkannya di daerah atau desanya. 

Suasana mudik di bandara Cengkareng



Heroisme Mudik dan Ironinya

            Semangat atau heroisme mudik sampai hari ini masih sangat kuat di bangsa kita, meskipun  ada yang mulai memandang mudik tak harus lebaran, namun hanya sebagian kecil dari bangsa yang berpandangan demikian. Jika ukurannya adalah kebahagiaan dan keseruan, pasti semua orang perantau akan melakukan mudik lebaran dengan berbagai upaya, bahkan pada keputusan harus pinjam atau berhutang sekalipun. Karena kawatir akan mengecewakan orang tua dan keluarga di kampung. Dan lebih dari itu, malu jika dianggap gagal merantau, untuk mudik pun tak sanggup. Katakutan akan distigma demikian menjadikan sebagian kita memaksakan diri untuk tetap mudik meskipun dengan memperbesar hutang dan menambah beratnya bebah hidup di masa depan.  

            Kemacetan selama di perjalanan baik jalur darat, laut maupu  udara, serta panjangnya antrian plus berdesakan dengan sesama pemudik bukan dipandang sebagai sesuatu yang membuat menderita bahkan dinikmati dan dipahami sebagai keseruan yang membahagiakan. Inilah ironi bangsa ini yang sekaligus menjadi keunikan. Bagaimana pun kita tetap harus menghargai para pemudik yang niatannya tulus untuk bisa ketemu orang tua dan keluarga besar di kampung halamannya. Namun bagi yang sudah tercerahkan, bahwa mudik bisa kapan saja, akan menjadi simple dan menjadikan murah biayanya. Sisa anggaran mudik bisa untuk uang pangkal anak masuk sekolah atau kuliah, namun sekali lagi ini hanya pendapat pribadi. Sayatahun ini tidak mudik karena sebelum Ramadhan pun sudah mudik, mudik dari Serang Banten ke Dlanggu Klaten Jawa Tengah. Ada kebutuhan yang lebih mendesak sehingga kami mengutamakan untuk sekolah anak dan insya Allah akan mudik setelah bagi rapor PTS saja di tahun pelajaran 2022/2023.

Tak Mudik Karena Pandemi dan Pasca Pandemi

            Terjadinya Pandemi Covid 19 sejak 2019 menjadikan kita orang Indonesia tak bisa mudik pada umumnya. Aturan PSBB dan ketakutan akan bahaya penyebaran virus Corona yang mematikan menjadikan kita memilih tidak mudik saat lebaran. Segumpal rindu pada keluarga di kampung menggunung, saat berdo’a maka setiap kita bermunajat pada Allah SWT agar Corona segera sirna. Tahun 2022 ini ada kelonggaran karena Pandemi sudah menjadi Endemi. Meski tetap harus waspada, namun imunitas komunal sudah terbentuk sehingga mudik pun diperbolehkan.

            Pasca pandemi  Covid 19 ini akan banyak orang mudik untuk meluapkan segala kerinduan yang tertahan selama 3 tahun silam. Semoga kebahagiaan memenuhi hati dan pikiran para pemudik sehingga segala perjuangan dan pengorbanannya untuk bisa mudik terbayarkan dengan kebahagiaan bisa berpelukan dengan keluarga dan teman sekampung. Mudik memang “ sesuatu banget “, sebuah peristiwa tahunan yang keseruannya sulit diungkapkan dengan kata -kata dan tak bisa digambarkan dan diuraikan dengan tulisan. Hanya bisa dirasakan dengan hati dan dinikmati dengan pikiran. Keindahan mudik bagaikan pengalaman sosial dan spiritual yang tiap orang akan punya pengalaman dan kesan yang berbedan satu dengan lainnya.

Mudik di Pelabuhan 

Bijak dalam Menyikapi Mudik

            Meriahnya acara mudik lebaran yang terjadi sekali setahun pada moment Idul Fitri menjadi kekhasan bangsa Indonesia. Menghilangkan mudik lebaran  tidak mungkin dapat dilakukan, upaya kita paling sebatas meminimalisir dengan edukasi dan diskusi bahwa mudik yang terjadi sejak Indonesia merdeka bahkan mungkin sejak zaman Kolonial Belanda, faktanya bukanlah ritual ibadah yang disyariatkan agama Islam dan hanya budaya.

            Jika tujuan utama mudik adalah untuk silaturahmi dengan orang tua dan keluarga di kampung halaman, faktanya kita bisa melakukannya kapan saja dan tak harus pada moment lebaran Idul Fitri saja. Kalau perlu dan mampu, malah mudik ini jangan hanya sekali setahun, bisa tiap bulan, tiga bulan sekali, satu semester sekali,dan setterusnya. Karena sejatinya silaturahim dengan orang tua dan keluarga itu sesering mungkin agar mendapatkan banyak pahala di sisi Allah SWT. Bukankah memuliakan orang tua dan silaturahim dengan keluarga merupakan ibadah yang bernilai pahala?.

Tetaplah bahagia bagi para muslimin muslimat yang tahun ini bisa mudik, dan jangan bersedih hati bagi yang tak bisa mudik dengan berbagai pertimbangannya. Semoga pasca lebaran pun tetap diberikan umur panjang dan kesehatan sehingga bisa mudik dengan nyaman dan ekonomis, meski tak akan seseru mudik lebaran pada hari raya. Saya akhiri “ Taqobbalallahu Shiyaamana Wa shiyamakum Minal Aidzin wal faidzin “, Mohon Maaaf lahir dan batin.




Nama lengkap Dail Ma’ruf, M.Pd  akrab disapa Dail, lahir di Serang 43 tahun yang lalu dari pasangan H. Muhamad Nur dan Hj. Juhariyah. SD dan SMP di Tunjung Teja, SMA di MAN 2 Serang lulus tahun 1996. Masuk IKIP Jakarta jalur PMDK jurusan Pendidikan Bahasa Arab dan lulus tahun 2003 setelah kampusnya menjadi UNJ. Semasa kuliah tinggal di Asrama Sunan Gunung Jati di Jl. Bunga No. 21 Matraman Jakarta Timur, terlibat dalam aksi reformasi 1998 sebagai aktivis HMI-MPO Cabang  Jakarta.

Menikah dengan Ari Murwanti, SKM dan dikaruniai dua anak, Rida Naila saat ini kelas XII di MAN 2 Kota Serang, dan Farhan Ali kelas VI di SD Islam Al Azhar 10 Serang. Lulus S2 jurusan MIPA dari UNINDRA Jakarta lulus 2013, mengulang S1 PGSD karena mengajar di SD Al Azhar Serang lulus 2018 dan sudah lulus PPG tahun 2022. Saat ini merintis Sekolah YASALAM di kota Serang sebagai ketua Yayasan, mohon doa dari pembaca semua.

Buku solo baru 1 sebagai syarat lulus kelas belajar menulis berjudul Jurus Jitu Menjadi Penulis Bermutu, dan buku antologi lebih dari 30. Menjadi Kurator 10 judul buku, Editor 3 buku, dan memberi kata pengantar di 2 buku. Buku yang digarap saat ini ada Jilid 4 Guru hebat, Derap Langkahku di Asrama YAPI, dan beberapa buku solo dari teman kelas belajar menulis PB PGRI asuhan Om Jay. Semangat terus untuk membaca dan menulis. SALAM LITERASI. 





            


 



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DI STASIUN PONDOK CHINA JODOHKU BERSATU

Popular posts