DAFTAR ISI JILID 3 :
1.
Ami
Fahmi Aziz _Langkah Tepat Jadikan Asrama Untuk Menetap
2.
Dwi
Setiawan ASW_ Langkah Seorang Mahasiswa Biasa di Asrama Wali Songo
3.
Muhamad
Jabal Mahendra_ Asrama Sunan Giri dan Peranannya Bagi Karakterku
4.
Purwo
Basari _ Meraih Cita Menjadi Mahasiwa
5.
Rifki
Eko Wahyudi _ Asrama dan Ingatanku yang
Abadi Tentangnya
6.
Sonia
Syuhada _ Langkah Berliku Sonia di
ASPURI
7.
Abdul
Jamil Maihimmi_ AKU DAN RUMAH PENGKADERAN YAPI
8.
Adi
Sumardi _Aplikasi SIMONAS untuk Warga Asrama YAPI
Langkah Tepat Jadikan
Asrama Untuk Menetap
Oleh : Ami Fahmi Aziz
Pada tahun 2017 awal perjalanan karir
ku dimulai, keraguan yang selalu menjadi momok disetiap langkahku untuk tinggal
di Jakarta. Satu hal yang mungkin menjadi pertanyaan bagi orang-orang perantau
baik itu mahasiswa ataupun pekerja adalah “dimana saya akan tinggal?”, inilah
pertanyaan pertama ketika saya tiba di Jakarta. Pada awal mula registrasi ulang
penerimaan SBMPTN disaat itu pula mengharuskan saya untuk menginap di Jakarta.
Dengan bekal uang yang pas-pas an sangat tidak memungkinkan untuk saya tidur di
hotel ataupun sewa kost untuk semalam, karena saya di Jakarta benar-benar tidak
mempunyai senior ataupun kakak tingkat yang dulu kuliah disini ataupun kerja di
daerah Jakarta, akhirnya saya memutuskan untuk pertama kalinya tidur di masjid
sekitaran kampus.
Dihari pertama ini saya langsung
berniat untuk mencari tempat tinggal yang cukup untuk saya dan juga sesuai
dengan keuangan. Alhamdulillah mungkin Allah SWT memberikan jalan ataupun titik
terang kekhawatiran saya untuk dimana saya bisa tinggal.pada saat itu ada kakak
tingkat mahasiswa yang membagikan selembaran brosur tempat tinggal yaitu brosur
“Penerimaan Warga Baru Asrama Mahasiswa Islam Sunan Giri” tanpa banyak kompromi
dan berfikir Panjang saya langsung mencari tau dan menghubungi kontak yang
tersedia di brosur tersebut untuk mendapatkan informasi lebih jauh. Dengan
segala sarana dan prasarana yang menunjang untung pengembangan potensi diri
membuat saya semakin yakin untuk bisa tinggal di tempat ini.
Setelah menghubungi kontak yang
tersedia di brosur, saya diperbolehkan untuk datang langsung ke asrama tersebut
bahkan dibolehkan untuk langsung menginap dan saya memutuskan untuk menginap
untuk beberapa malam. Sambutan yang begitu hangat dari warga asrama itu sendiri
membuat saya semakin yakin untuk tinggal disini, karena pada saat saya dating
ke asrama bertepatan dengan waktu isya dan saya langsung dipersilahkan untuk
memperkenalkan diri, ternyata banyak juga orang seperti saya yang baru dating
ke asrama untuk tinggal sebagai warga tamu.
Perasaan yang pertama kali saya rasakan
adalah rasa nyaman dengan kehangatan warga asrama yang berbeda-beda latar
belakang ada yang dari Aceh, lampung, Bogor, Jawa Tengah dan masih banyak yang
lainnya, itulah yang menjadikan keunikan tersendiri ketika saya tinggal di
asrama mahasiswa islam sunan giri yang disajikan dengan berbagai macam ragam
perbedaan namun dengan satu tujuan untuk mencari ilmu.
Selain itu pula sambutan dari bapak direktur asrama
yang sangat berkesan dan juga menarik perhatian saya lebih yakin untuk tinggal
disini apalagi dengan sarana yang sangat menunjang untuk kita mahasiswa.
Waktu Orientasi Warga Binaan pun tiba
atau yang sering disebut ORGAN, dimana ini adalah fiksasi bagi siapa saja yang
lulus untuk tinggal di asrama mahasiswa islam sunan giri. Pada saat itu dari
Angkatan saya sendiri berjumlah 9 orang yang lulus dalam seleksi tersebut dan
saya di tunjuk untuk menjadi ketua Angkatan dengan nama Utsman bin Affan sebagai
nama Angkatan saya. Waktu begitu cepat berlalu sehingga perbedaan pikiran
ataupun permasalahan-permasalahan yang ada di masing-masing individu memaksa
untuk teman-teman saya keluar satu persatu.
Sampai di titik akhir ini kami bersisa
3 orang yang sampai bisa bertahan menjadi warga tetap di asrama mahasiswa islam
sunan giri, begitu perjalanan yag Panjang dan tidak mudah namun memiliki banyak
pelajaran didalamnya yang bisa menjadi bahan untuk pengembangan potensi diri
saya yang nantinya bisa di kembangkan dikalangan masyarakat.
RIWAYAT HIDUP
AMI FAHMI AZIZ lahir di Pandeglang, 31 Juli 1998. Anak keenam
dari enam bersaudara, pasangan Bapak Khotib dan Ibunda E. Sa’adah. Alamat
tempat tinggal di kp.Cibongkok RT/RW 02/04 Desa Ramaya Kecamatan Menes
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
Menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di MI Mathla’ul Anwar Cibongkok pada tahun 2010, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di MTs Mathla’ul Anwar Pusat Menes pada
tahun 2013, pendidikanSekolah Menengah Atas di MA Mathla’ul Anwar Pusat Menes pada
tahun 2016, dan pada tahun 2017 terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Negeri
Jakarta Fakultas Ilmu Keolahragaan Prodi Pendidikan Kepelatihan Olahraga. Berhasil menyelesaikan program studi S-1 di Universitas
Negeri Jakarta.
Aktif dalam
kegiatan cabang olahraga Menembak yang berlokasi di lapangan menembak
Universitas Negeri Jakarta, dan Lapangan Menembak PB. Perbakin Senayan Jakarta.
Aktivitas lainnya sebagai ketua Badan Eksekutif Mahasiswa baik
tingkat Prodi pada tahun 2019 dan juga tingkat Fakultas pada tahun 2020.
Sekarang beliau tinggal di Asrama Mahasiswa Islam Sunan Giri sudah hampir 5
tahun.
Langkah
Seorang
Mahasiswa
Biasa
di Asrama Wali Songo
Oleh : Dwi Setiawan-AWS
Pagi
itu merupakan pagi yang sangat cerah dan menyejukkan bagiku. Tidak heran
mengingat malam hari sebelumnya aku–dan beberapa temanku–bergotong royong
memindahkan paket sembako dari kendaraan pengangkut ke gudang penyimpanan.
sambil menikmati lamunanku tentang keberhasilanku melewati malam yang cukup
melelahkan, tanpa sadar aku menciptakan senyuman kecil dari ‘muka bantal’ yang
bahkan tidak sempat aku mencucinya karena ini masih berselang beberapa menit
dari waktu aku membuka mata di atas kasur.
Pada malam itu sebenarnya kontur tanah sudah tidak konsisten menjaga
bentuknya karena di waktu petang hujan deras mengguyur lokasi penyaluran
bantuan paket sembako dari Bakti Sosial(Baksos) yang aku laksanakan. Terhitung dengan pagi ini, sudah tiga
hari kami–aku dan beberapa temanku–berada di suatu daerah yang jauh dari tempat
tinggal kami masing-masing. Entah mengapa teman-temanku memutuskan lokasi
pemberian Baksos di sini, di luar kota yang berlainan provinsi, juga entah
mengapa aku ikut menyetujuinya.
Tetapi
tiba-tiba lamunanku ‘terpecah’ berkeping-keping akibat raungan keluhan dari
teman yang tidur disampingku saat itu, Okky Alfarez. Okky yang juga merupakan
ketua sekaligus pimpinan utama Baksos membuatku terkejut akan keluhanya tentang
Baksos ini. Duduk di tepi kasur, okky mengeluh dan mengucapkan “Haaah… sudah 3
hari aku tidak mengikuti kegiatan kajian subuh gara-gara menginap untuk ndiberikan sebelumnya, haah… bagaimana jika
nanti aku dikeluarkan?”. Aku yang berada di sampingnya merespon pertanyaan di
dalam keluhannya yang sebenarnya bukan ditunjukkan untukku “Loh kok dikeluarkan
ky? seberat itu beban kehadirannya?” dan respon singkatnya “iya tempat
tinggalku saat ini mewajibkan penghuninya untuk selalu hadir ketika ada kajian
di pagi hari” menciptakan rasa penasaranku dan membuatku bertanya lebih jauh
“Memangnya saat ini kamu tinggal dimana ky? bukan di rumah aslimu?” “Ya, aku
saat ini tinggal di Asrama Wali Songo(AWS)”.
Itulah
awal mula perkenalanku dengan Asrama Wali Songo di yang dipicu oleh kekhawatiran
yang meluap dari okky dan rasa penasaran dariku. Merespon jawabannya aku
terdiam sejenak melambangkan kebingungan dan ternyata okky memahami
diamku–karena ingin deskripsi lebih lanjut–kemudian melanjutkan “Asrama Wali
Songo itu adalah naungan para mahasiswa islam yang berkuliah di sekitaran depok
yang membutuhkan tempat tinggal dan pembinaan islami yang berkelanjutan”.
Lanjut, aku mencoba mencocokkan pemahamanku tentang kata “Asrama” dengan apa
yang dimaksud Okky “Asrama tuh berarti nginep dan ga dibolehin keluar ya?”
“Boleh, asal izin dengan benar dan keperluan yang memang diperlukan karena ada
program yang membutuhkan kehadiran kita bukan untuk mengekang tetapi agar
programnya tepat sasaran” penjelasannya dilanjutkan dengan erangan keluhan yang
membingungkan “Aghh..
Tapi
tetap saja, sebelum ini aku sudah izin beberapa kali untuk mengurus
administrasi kampus dan sekarang harus terjebak izin untuk menginap karena
Baksos, wajah apa yang harus kutunjukkan pada pengurus?!!. Aku sempat terdiam
karena tidak tahu harus merespon apa tetapi lalu ku lepas tawa dan
mengakhirinya “sudah, kita harus bergegas mandi dan kembali ke lokasi”. Itulah
saat-saat pertama aku mengetahui Asrama wali Songo dari Okky dan penjelasannya
yang membuatku tertarik untuk melibatkan diri di dalam AWS.
Selama
kami kembali melanjutkan kegiatan di lokasi baksos, sara banyak bertanya dan
okky banyak menjelaskan tentang aws. AWS adalah Suatu tempat tinggal yang
diperuntukkan bagi mahasiswa sekitaran depok untuk mempermudah aksesnya menuju
kampus dan sekaligus untuk membina diri dengan nilai-nilai islami selama
memutuskan untuk tinggal. Selain itu, AWS memfasilitasi mahasiswa yang tinggal
dengan beasiswa makan, sehingga mahasiswa tidak perlu mengeluarkan uang lebih
karena mendapat porsi makan 2 kali sehari. Asrama Wali Songo terletak di
Jagakarsa, tidak jauh dari jalan utama
penghubung jakarta depok. Fasilitas serta
Aksesnya yang sangat mudah tersebut menambah minat aku dan lokasinya pun sangat strategis terkait akses
kampusku, hanya berjarak 1 stasiun dari AWS menuju kampusku.
Kupikir
ini adalah suatu kesempatan untuk menghadapi dunia perkuliahan tatap muka yang
memiliki atmosfer persaingan. AWS dapat memudahkan memenangkan diri dalam
bersaing dari gaya hidup dan waktu. Ternyata, AWS bukanlah suatu tempat tinggal
yang hanya disewakan dari seseorang kepada seseorang lain. AWS merupakan satu
asrama dibawah naungan Yayasan Asrama Pelajar Islam(YAPI). AWS
bukan satu-satunya dari YAPI. Asrama dalam naungan YAPI tersebar di berbagai
sudut Jakarta untuk keperluan yang sama. YAPI
mendanai semua kegiatan AWS beserta beasiswa para penghuninya. Penghuniya
kemudian disematkan gelar “warga” dan dipanggil demikian selama berada di
asrama. YAPI juga yang memfasilitasi kepengurusan
atau struktur kepemimpinan di semua asramanya, termasuk AWS.
Kajian
pagi hari’ yang dipermasalahkan okky tadi itu merupakan kajian rutin mingguan
dari pimpinan asrama, biasa kami sebut direktur.
“Yah pantas saja okky khawatir dengan absensinya.. sekarang aku dapat memahaminya hmphh mphh” setelah mendengar
penjelasan okky aku hanya bisa mendengkur mengakui keluhannya tadi pagi. Aku
tidak menyangka tinggal untuk sekedar berdekatan dengan kampus harus serumit
itu ternyata “wah kompleks juga ya ky” tetapi tanpa jeda dengan sigap aku
menimpali respon yang mengejutkannya
“Oke, jadi kapan buka pendaftaran lagi untuk penghuni asrama ky?”.
Sebelum
peristiwa saat itu terjadi dan saat mengenal AWS, jauh sebelumnya. banyak
peristiwa-peristiwa yang menjauhkanku dari agama. Aku Islam tulen sedari kecil.
Agama itu diberikan secara alamiah tanpa konstituen. Mungkin kita bisa memilih
untuk tidak mengikuti agama pemberian orang tua tersebut ketika beranjak
dewasa, namun aku tidak bisa pungkiri bahwa Islam membuatku nyaman. Tetapi aku
menghadapi islam tidak setenang teman-teman yang berlingkungan islami. Waktu
aku kecil aku mempunyai masa lalu yang memalukan, malu sebagai umat yang jauh
dari agama. Itu terjadi karena aku tinggal di sebuah daerah yang terletak di
ujung Jakarta. Posisi nya secara administratif memang tidak mengutungkan; tidak
ada yang mengharapkan perkembangan besar dari sebuah kampung di sudut kota.
Walau terletak di wilayah perkotaan, bahkan dengan julukan “Ibu Kota” sebagai
keistimewaan, daerah tempat tinggalku masih layak disebut kampung bukan sebuah kompleks perumahan.
Kampung
ku ini tepat berada di sebelah aliran sungai Movekart Jakarta barat-Tangerang. Mungkin yang tinggal atau
mengenal, atau bahkan sekedar pernah ke daerah ini, tahu bahwa kampung kami
menjadi langganan bencana banjir tiap tahunnya. Letaknya di sudut kota pun
membuat sistem keamanan di daerah sekitar sini tidak perlu ditegaskan, karena
memang tidak menguntungkan untuk ditegaskan(baca: ditertibkan). Saat itu,
hampir setiap minggu di sekitaran kampung terjadi tawuran, juga hampir setiap
hari terdengar keributan antar warga.
Tawuran,
perkelahian, dan kejadian tentang pergaulan bebas lainnya tidak heran sering
terjadi di sekitar kampung kami. Tinggal di sudut kota seperti itu membuatku,
sebagai anak kecil dalam perkembangan, rawan akan pergaulan yang tidak
diinginkan. Tidak perlu perlawanan keras dari diriku sendiri, masa kanak-kanak
hingga remaja, aku sedikit banyak terjerumus. Hingga quarter-life crisis muncul
di masa-masa kuliah;masa aku merasa membawa beban dari status mahasiswa, aku
membuka pikiranku akan masa depan dan seluruh komponen kehidupan. Aku merasa
ada yang salah dengan apa yang aku jalani selama ini, termasuk jalan pergaulan
yang aku tapaki. Setelah perenungan begitu lama, aku menemukan bahwa aku salah
tidak memupuk kerohanian dalam kehidupanku selama ini.
Aku
adalah seorang anak lelaki yang baik hati dari dua orang tua yang hebat
mendidik anak-anaknya di sudut kota Jakarta, tepatnya di Kp Duri RT.03 RW.01,
Semanan, Kalideres, Jakarta Barat. Aku adalah anak terakhir dari dua
bersaudara hebat penerus orang tuaku. Tetapi beban penerus yang sebenarnya hanya ada
padaku–karena kakak ku perempuan.
Aku masih seorang mahasiswa “biasa”
usia dengan 20-an yang
saat ini berkuliah di salah
satu universitas di
Depok,
yaitu Universitas Indonesia dengan program studi Ilmu Filsafat di departemen
Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya dengan gelar mahasiswa semester 4. Mengapa aku mahasiswa biasa? karena “Tidak ada yang spesial
dari mahasiswa diriku” setidaknya itu menurutku yang setiap hari menjadi
diriku. Aku
yang dilahirkan di Banyumas pada tanggal 26 Maret 2000 bahkan tidak ingin dipanggil mas atau panggilan hierarki
lain. Aku biasa menganggap diriku biasa saja.
Saat
ini pun aku berkuliah di kampus umum tanpa embel-embel “islam” di dalamnya,
begitu juga dengan pendidikan formal masa laluku. Padahal di samping itu, aku
sadar bahwa pendidikan agama bagiku sebagai umat Islam penting. Dengan banyak
pertimbangan dan riwayat masa lalu yang haus akan perbaikan, aku memutuskan untuk mendaftar menjadi calon penghuni
Asrama Wali Songo. Akhir tahun lalu,
tepatnya bulan November tahun 2021,sebagai salah satu pendaftar untuk menjadi
warga aku ternyata lolos dalam seleksi berkas
karena berbagai persyaratan yang telah aku
lengkapi. Kabar itu cukup menggembirakan karena biar bagaimanapun mendapat
hasil yang diinginkan merupakan suatu kejutan. Kemudian di bulan yang sama, tak
berselang lama, aku mendapat jadwal wawancara.
Jadwal
wawancara yang sudah ditentukan telah tiba, teman-teman yang lain dengan jadwal
sebelumku sudah mendapat gilirannya,
panitia pendaftaran sudah mempersiapkan ruang meeting virtual, maka ini
merupakan kepastian aku harus diwawancara. Tetapi apa yang
terjadi… terjadi peristiwa unik tidak terduga padaku. Dengan derap jantung tak
menentu, ternyata kala itu aku tengah masih berada di perjuangan menahan derap
hujan yang menusuk mata. Dengan rasa tidak menentu, di atas laju kendaraan roda
dua, selain mengendalikan lajunya, aku
juga sedang berusaha mengendalikan kekhawatiran aku. Di dalam hati aku
terus bergumam “Ah! mengapa tidak tepat waktu!!” dan semacamnya.
Waktu
sudah terencana; sebelumnya aku telah merencanakan di jam ini aku telah sampai
rumah dan mungkin untuk membuka laptop tanpa kendala. Namun ternyata aku
terjebak hujan. Aku menggerutu “Duh mana bisa aku ngebut sesuai rencanaku untuk
sampai tepat waktu” sembari meratapi takdir karena tidak mungkin aku mengebut
dengan maksimal jika jalanan telah licin oleh air hujan. Dalam peristiwa
ketidakterdugaan ini, terbesit harapan “Ah mungkin panitia bisa mengerti dan
aku bisa mengajukan jadwalnya diundur”. Aku memberhentikan motor, lalu
mengambil telepon genggam dalam jas hujan, kemudian dengan senyum sumringah
kurang lebih aku menulis “Kak, mohon maaf sebelumnya tapi jadwal aku pribadi dapat dijadwalkan kembali? aku tidak mengira akan terjebak hujan selepas
pengabdian”. Jadwalku sebelumnya mengabdi di sebuah sekolah alam di bantar
gebang, dengan perhitungan ideal seharusnya aku sudah siap wawancara di jadwal seharusnya. “Tidak
bisa, karena harus sudah ada hasilnya esok hari” jawaban atas pesanku dari
panitia.
Seharusnya
aku kan sudah siap wawancara!” tidak sengaja
di sela perbincangan dalam whatsapp,
lisanku berteriak pelan. Tetapi setelah melalui berbagai penawaran dariku,
panitia mengizinkan untuk me-reschedule
wawancara selepas magrib. Dengan hati senang akhirnya aku melanjutkan
perjalanan. “Apa beneran tidak ada tanda-tanda akan berhentinya hujan walau
adzan magrib sepertinya akan berkumandang?” kalimat seruan terakhirku karena
tidak sadar ternyata jarak sudah dekat dan senyuman menghiasi wajah hingga
ketika aku sampai depan rumahku. Singkat cerita, aku memberi pesan “aku siap
kak” lalu wawancara dimulai. Aku diwawancarai oleh Fadhil dan Hendra yang juga
warga AWS. Sebenarnya cukup aneh hampir separuh perjalan aku selalu berbicara
sendiri di atas motor yang ku kendarai sendiri. Sebenarnya memang unik,
saat air hujan telah banyak masuk ke
dalam mulutku tetapi aku masih saja menggerutu.
Dilema,
keluh kesah, kejadian tidak terduga, dan semua rintangan yang ada telah ku
lalui untuk memijakkan kaki di Asrama Wali Songo. Akhirnya aku sampai di Asrama yang okky ceritakan di awal cerita
ini karena semua tahap seleksi telah aku lewat. Tetapi ada satu hal mengganjal
yang menghalangi aku melanjutkan langkah kaki yang telah
berada di depan pintu asrama. “kemana para panitia yang kutemui saat
wawancara?” dan “di mana para warga asrama?” serta pertanyaan semacamnya yang
mengharapkan kehadiran. Namun, kebingungan tidak berselang lama karena Fadhil
menyambut aku "Dwi ya? yaudh naik aja ke
kamar". aku pun naik menuju lantai dua tempat kamar aku berada.
Jarak
dari pintu asrama hingga pintu kamar tidaklah jauh tetapi aku menikmatinya seolah sedang menanti sambutan nenek
ketika dalam perjalanan mudik "wah seperti apa kamarku nanti yah?..".
itu bukan pertanyaan yang kutunjukkan pada Fadhil yang sedang menunjukkan arah
dan pula jugan untuk diriku sebagai representasi monolog tetapi pada takdir
yang akan datang kepadaku. Senyuman kecil tercipta di bibirku ketika aku
membayangkan takdir itu. Akhirnya aku sampai di depan pintu kamar yang nanti
akan menjadi kamarku. Fadhil akhirnya meninggalkanku di depan kamar dengan
mempersilahkan. Hal pertama yang terbesit di pikiranku ketika menghadapi takdir
yang kudambakan di perjalanan pintu depan ke pintu ini ialah "Wah rasanya
begitu kotor".
Tidak
sampai dapat dikatakan sangat kotor tetapi bagi perfeksionis sepertiku ini
tetap mengganggu. Tetapi tiba-tiba aku dibangkitkan dari renungan pikiran.
"Hey sudah sampai, bagaimana kamar kamu?" Okky menyapaku. "Yah..
be..nar, aku menyukainya, ini cu.. cukup bagus …kurasa" dengan sedikit
tersenyum aku menjawab. Entah apa yang ada dipikirannya tentang senyuman itu
tetapi Okky langsung melanjutkan "kamar ini memang sudah lama gak
ditinggali tetapi tadi warga lain dan pengurus membantu membersihkannya.
Silahkan" dan aku tidak tau harus senang karena sudah dibantu
membersihkannya atau harus kecewa karena disampaikan sebelumnya kamar ini begitu
menjanjikan. Sebentar berpikir lalu aku memutuskan akan membersihkannya
"Okky, aku mau bersihin dulu deh jadi titip barang-barangku di kamarmu
dulu ya?" "yaudah masuk aja taruh di sebelah". Setelah sudah aku
bersihkan dengan beberapa teguran seperti "warga baru ya? rajin banget
nih" dari Lubis dan "wah masih belum selesai juga tuh?" dari
Anam dan yang serupa dari warga AWS lain.
Hari
pertama di AWS aku habiskan dengan menata kamar dengan giat dan cekatan. Aku
tidak terpikirkan bahwa akan lelah sekali setelahnya. "cukup melelahkan
yah..". Saat itu tidak ada siapapun
di kamarku, aku hanya melayangkan kalimat itu untuk memuji diriku yang ahli
dalam memaksakan diri. Aku sebelumnya di rumah tidak pernah segiat ini untuk
membersihkan kamar; aku tidak pernah pandai untuk giat mengepel dan menyapu
lantai, tetapi aku senang sekali rasanya merasakan kebersihan dari 'tangan'
sendiri. Kamar yang disediakan memang harus dibersihkan untuk kutinggali tetapi
justru karena itu kan aku jadi belajar cara membersihkan kamar sendiri sampai
benar-benar bersih.
Aku
menyesali kekecewaanku di awal masuk tadi karena aku menjadi termotivasi
membersihkan kamar dengan kamar kondisi kamar yang diamanahkan kepadaku
demikian. "Pada setiap hal untuk kita, pasti ada hikmahnya…kurasa” aku
berujar dalam hati yang menandakan hati kecilku merasa senang dengan takdir
yang diberikan Allah melalui kamar ini. Hal pertama yang menjadi hikmah dan
yang dapat aku pelajari saat aku di AWS adalah aku ditempa menjadi individu yang mandiri. Setelah itu aku resmi
menjadi bagian dari AWS dan banyak peristiwa terjadi.
Terhitung
sudah 4 bulan telah ku lewati hari-hari ku bertempat tinggal di AWS sebagai
warga. Bulan pertama saat itu adalah Desember. Pada bulan Desember, seperti hal
nya saat-saat pertama seseorang pada sesuatu yang baru, aku masih merasa gugup dan merasa canggung terhadap
apapun dan siapapun. Tetapi kesulitan atas rasa ‘tidak-enakan’-ku tertolong
akibat satu warga AWS yang menjadi teman pertamaku di AWS selalu membantu,
namanya Khoirul Anam Fatoni, aku memanggilnya Anam. Benar, ia salah seorang
yang sempat menegurku ketika pertama kali menyambangi kamar asrama dan bersih-bersih.
Setiap minggu ada 3 hari sesi membaca Al-Qur’an setelah sholat magrib. Aku yang
tidak begitu fasih dalam membaca Al-Qur’an sangat terbantu berkat tata cara
pengucapan(makhorijul), tanda berhenti, tajwid, dan masih banyak lagi yang
diajarkan Anam kepadaku.
Selain
dari sisi sosialisasi, aku juga sangat terbantu akibat konsistensi para
pengurus AWS. Pengurus ialah penghuni atau warga yang terpilih sebagai pioneer
yang mengelola segala keperluan asrama. Di lingkup asrama memang terdapat
Direktur, beliau adalah Drs. H Moch Sidik Sabri, M.Si dan kami seluruh warga
asrama memanggil beliau Pak Sidik atau Ust. Sidik. Tetapi direktur hanyalah
komando dan pelaksananya ialah pengurus yang bersentuhan langsung dengan para
warga, termasuk warga baru(warga percobaan) seperti aku. Di balik komando beliau yang tegas dan pancaran
wibawa yang diberikan ketika kajian diberikan, Pak Sidik juga sangat supporting terhadap perbaikan bacaan
Al-Qur’an aku. Sesekali aku berujar “Mungkinkah Pak Sidik adalah orang yang
sangat pengertian yah dibalik kewibawaannya?” dan semacam gumaman “Entah
mengapa beliau terasa sangat perhatian”. Jajaran para warga lama(warga senior)
juga sangat membantu banyak terkait semangat aku untuk semakin fasih membaca Al-Qur’an. Bulan Januari
adalah bulan ke-dua ku berada di AWS. DI bulan ke-dua aku sudah mulai bisa
beradaptasi, dari setiap sapaan yang tidak lagi canggung hingga pemakaian
fasilitas yang tidak lagi gugup.
Pertengahan
Januari menjadi yang paling berkesan di bulan itu. Hari dimulai dengan baik
seperti biasanya: Sholat Subuh di pagi hari, selepasnya ada tadarus AL-Qur’an,
kemudian seperti biasa lenggang dengan sarung kembali ke kamar. Tetapi suasana
berubah, setelah tak lama berada di kamar, aku mendapat kabar bahwa aku
diamanahkan menjadi salah satu panitia acara di YAPI. Setelah kami, sesama
panitia, saling berkoordinasi, ternyata aku ditugaskan menjadi staff penerima
tamu ketika acara dimulai. Aku sempat pesimis “Apa ini? aku sama sekali tidak
berbakat dalam menghadapi orang-orang penting”. Aku tidak pernah bermimpi bisa
sampai menyambangi yayasan asrama yang ku tinggali yaitu YAPI. Selama riwayat
hidup aku, sebuah yayasan berada melampaui semua
praktik dalam semua yang dinaunginya, layaknya langit bagi penduduk bumi.
Tetapi
berbeda dengan YAPI; para petinggi YAPI dengan sangat antusias ingin melihat
talenta seluruh mahasiswa naungannya secara langsung. Pada saat itu ada acara
besar bertajuk Pelantikan Pengurus Asrama YAPI Masa Bakti 2022. Itu merupakan
acara besar yang dihadiri semua calon pengurus yang secara bersamaan merupakan
seremonial pergantian kepengurusan seluruh asrama dibawah naungan yapi,
termasuk pergantian kepengurusan pengurus AWS. Karena ini acara yang besar,
tamunya pastilah memiliki kapasitas yang luar biasa tinggi. Dan karena itu 1 hari sebelum acara dimulai
aku diminta untuk datang agar mendapat pengarahan. Keesokan harinya acara
berjalan dengan lancar dan aku sedikit banyak berhasil menyelesaikan tugasku,
walau tidak sepenuhnya, tetapi ini merupakan pengalaman yang berharga. Tidak
sedikit pula kesalahan yang kuperbuat namun dengan ketabahan ketua pelaksana
menyadarkanku “Kamu sudah melakukan yang terbaik kok”. Tidak hanya belajar cara
pria sejati bersikap di depan orang lain, acara ini juga mengajarkan aku bagaimana menyikapi kesalahan.
Semua
kisahku di AWS berlanjut di bulan yang ke-tiga, yaitu Februari. Tidak ada
peristiwa besar yang terjadi di bulan ini, tetapi aku rasa banyak juga hal yang
kuhadapi dan ku pelajari dari semua hal-hal itu. Semua hari dalam Februari tersusun
sangat biasa layaknya sebelum-sebelumnya tetapi porsi ceramahku sepertinya
lebih banyak daripada bulan lalu. Setiap harinya, ini dimulai dari awal aku
datang ke asrama ini atau bahkan tradisinya sudah berjalan sangat lama
sebelumnya, para warga yang dijadwalkan akan melakukan ceramah bertema khusus
setelah sholat subuh dan bertema bebas setelah sholat magrib berjamaah di
mushola asrama. Dan aku telah belajar bagaimana harus berbicara di depan
audiens dengan percaya diri berkat seluruh kegiatan di bulan ini.
Bulan
Maret menjadi bulan ke-empat riwayatku berada di AWS. Pada awal Maret aku
dianugerahi amanah yang istimewa untuk menjadi bagian menyukseskan acara kajian
isra mi’raj di AWS, yaitu sebagai moderator. Entah rasa percaya diriku yang
berkembang atau memang takdir yang memutuskan, aku akhirnya menjadi pemimpin
diskusi pada acara yang diadakan pada sabtu 5 Maret 2022 saat itu. Sebenarnya,
di awal aku tidak mengajukan diri atau bahkan memperhatikan kemungkinan untuk
ditunjuk, tetapi panitia acara memintaku akan itu. Awalnya pun aku menolak
sebisa mungkin “Toha, gak bisa nih aku jadi ekspetasimu” kepada Toha sebagai
pimpinan divisi keislaman yang bertanggung jawab atas acara itu.
Tetapi
Toha tetap meyakiniku “Gpp Dwi coba aku,
lagipula tidak ada yang mungkin mau selain dirimu”. Aku sempat tersadar dan
bergumam dalam hati “Aku harus senang karena diikutsertakan atau aku harus
marah karena keadaan panitia terpaksa menunjukku walau mereka sebenarnya tidak
ingin” dilanjut “apa aku harus tanyakan langsung?”. Tentu keputusannya hanya
kusimpan pertanyaan itu di dalam lubuk hatiku dan dengan pertimbangan
pertanyaan lain seperti “Mengapa tidak?!” dan semacamnya membuatku menerima
tawarannya. Sebulan penuh aku berkesan pada diriku sendiri karena telah
berhasil menjadi moderator yang baik selama acara.
Akhirnya,
telah banyak pelajaran dan hikmah yang aku dapat dalam perjalanan menapaki
sejarah bersama Asrama Wali Songo(AWS). Di awal aku mendapat hikmah dari
konsistensiku berusaha mengenal AWS dan semua unsur yang meliputinya, tidak
lupa aku mendapat hikmah jika ada kemauan pasti ada jalan. Banyak kendala yang
aku lewati, salah satunya drama sebelum wawancara terjadi tetapi atas rahmat
Allah dan Ridho-Nya langkahku selalu mendapat solusi terbaik karena langkahku
diniatkan hanya dapat bisa meraih surga-Nya. Masa-masa menjadi warga asrama pun
membentuk diri ini menjadi lebih baik. Berkat kemuliaan seluruh program AWS aku menjadi pribadi yang lebih mandiri, aku menjadi lebih fasih dan percaya diri dalam membaca
Al-Qur’an, aku menjadi pribadi yang pantas berhadapan
dengan banyak orang, dan secara bersamaan AWS telah membentuk aku sebagai mahasiswa dengan komunikan yang dapat
diandalkan.
Untuk
itu, aku menaruh harapan besar pada Asrama Wali
Songo(AWS) untuk menjadi tempat aku selalu bernaung dan berkembang hingga
setelah lulus aku dapat memanfaatkan semua ilmu yang aku dapati hingga kini. Selain itu kedermawanan seluruh
jajaran dan senior-senior seluruh Asrama YAPI memberikan aku inspirasi untuk lebih bermanfaat kepada orang banyak.
Tidak banyak naungan yang menyediakan fasilitas sekaligus inspirasi, YAPI dan
AWS terutama sangat baik dalam prosesnya membangun karakter mahasiswa dalam
naungannya. aku berharap suatu saat nanti aku dapat menjadi bagian dari YAPI untuk menjadi salah
satu inspirasi mahasiswa di generasi selanjutnya. Akhir kata, semoga melalui
tulisan ini teman-teman dan bapak ibu atau semua pembaca dapat memaknai cerita aku. Dapat mengambil pelajaran dari kegigihan aku walau banyak rintangan. Kegigihan menjadi beriman
selalu membuka jalan terbaik. Terimakasih dan semoga para pembaca bisa terus
bersemangat seperti aku dalam menggapai surga.
Tentang penulis
Dwi Setiawan lahir pada tanggal 26 Maret 2000 di Banyumas. Anak dari pasangan Sakiwan dan Sodiyah ini merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Penulis berasal dan dibesarkan di Jakarta Barat, DKI Jakarta. Dwi merupakan alumnus SMAS Harapan Jaya dan lulus pada tahun 2019.
Satu tahun setelahnya penulis mendaftar di Universitas Indonesia melalui jalur
SBMPTN dengan
program studi Ilmu Filsafat yang
saat ini sedang dijalani. Dibangku kuliah, penulis aktif
berorganisasi di dalam maupun di luar kampus. Diantara organiasi yang pernah Dwi ikuti adalah Himpunan Jurusan Komunitas Mahasiswa Filsafat sebagai
wakil ketua
manajemen bisnis pada
tahun 2022,
Lembaga Dakwah
Kampus SALAM UI sebagai Staf Humas 2020, Badan Kelengkapan MWA Unsur Mahasiswa sebagai staf Manajemen Sumber Daya
Manusia dan beberapa kepanitiaan lainnya seperti Mentor OKK UI 2021, Koordinator perlengkapan SALAM Mengabdi 2021,
Penanggung jawab perlengkapan Baksos FIB UI.
Selain
organisasi intra kampus, Dwi juga
aktif pada organisasi ekstra kampus seperti Asrama Mahasiswa Islam Wali Songo pada tahun 2021 sebagai mandataris divisi olahraga,
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FIB UI. Saat ini, sembari menjalani perkuliahan di Universitas Indoensia dengan program studi Ilmu
Filsafat program sarjana, penulis juga aktif menjadi anggota Remaja Masjid Raya KH. Hasyim Asy’ari.
Asrama
Sunan Giri dan Peranannya Bagi Karakterku
Oleh
Muhamad Jabal Mahendra
Perkenalkan
nama saya muhamad jabal mahendra saya lahir di Jakarta 28-05-2002. Saya
berdomisili di cianjur cipanas jawa barat. Jadi saya akan menuliskan tentang
perjalanan saya dan hingga hari ini
tinggal di asrama. Saya awal sekolah di sdn 01 pg pondok ranggon saya
bersekolah disana hanya 3 bulan dan lalu saya pindah ke SDN RAWAMANGUN 05 PG
hingga lulus SD. Setelah lulus saya
bersekolah di SMPIT pondok pesantren AL-MULTAZAM kuningan jawa barat selama 3 tahun,
hingga lulus dan setelah saya lulus dari SMPIT AL-MULTAZAM kuningan saya
melanjutkan sekolah di SMKN 2
PANGKALPINANG bangka Belitung.
Dan
saya bersekolah seperti siswa pada umunya, setelah lulus smk saya mencoba untuk
mendaftar ke beberapa ptn seperti UNRI, UNJ, UBB dan UNY tetapi tidak terima
mungkin karena bukan rezeki saya.Lalu saya mencoba unuk mencari kerja dan
melamar ke beberapa perusahan atau pt yang ada di sekitar bangka Belitung dan
Jakarta tetapi tidak ada pamggilan dan setelah setahun kemudian saya mencoba
untuk mendaftar ptn lagi di unj dan di ipb tetapi tidak di terima lalu saya
mendaftarkan diri di universitas Muhammadiyah Jakarta dan alhamdulillah saya di
terima di universitas tersebut.
Setelah
di terima saya memutuskan untuk mencari kost di Jakarta, tetapi orang tua saya
terutama abi saya menawarkan untuk saya tinggal di asrama sunan giri.Dan saya
mengikuti apa kata beliau setelah saya survey ke tempat asrama sunan giri,
pertama yang ada di benak saya adalah
asrama sunan giri itu agak seram dan saya berfikir bahwa asrama tersebut
seperti pesantren. Tetapi setelah saya
masuk dan menjadi warga tamu saya berfikir ternyata asik dan banyak ilmu yang
dapat di pelajari dari sana, tetapi karena system asrama adalah pengaderan saya
agak pusing juga.
Di
karenakan banyaknya tugas yang ada di asrama yang di berikan kepada pengurus di
tambah lagi tugas kampus yang banyak dan ada tuntutan untuk berorganisasi jadi
sangat banyak kewajiban yang ada di asrama, tetapi semua itu bagus kita mendapat
ilmu yang banyak di asrama ini di antara lain ilmu berorganisai, public
speaking, desain, ilmu agama dan masih banyak lagi.
Mungkin
itu saja yang bisa saya sampaikan dari pengalaman perjalanan saya mengenal
asrama, selebihnya mohon maaf. Wassalamualaikum
WR.WB.
BIODATA PENULIS
Nama : Muhamad Jabal Mahendra, tinggal di Asrama sunan giri
Lahir di Jakarta
28-05-2002
SDN RAWAMANGUN 05
PG hingga lulus SD.
SMPIT pondok
pesantren AL-MULTAZAM kuningan Jawa Barat
SMKN 2
PANGKALPINANG bangka Belitung.
Universitas
Muhammadiyah Jakarta
Saya berdomisili
di Cianjur Cipanas Jawa Barat.
Jadi saya akan
menuliskan tentang perjalanan saya dan hingga tinggal di asrama.
Tinggal di Asrama
YAPI saya mendapat ilmu yang banyak di asrama ini di antara lain ilmu
berorganisai, public speaking, desain, ilmu agama dan masih banyak lagi.
Mungkin itu saja
yang bisa saya sampaikan dari pengalaman perjalanan saya mengenal asrama,
selebihnya mohon maaf.
Meraih Cita Menjadi Mahasiwa
Oleh: Purwo Besari, warga ASG
“Kesempatan tidak datang dua kali, ambilah
kesempatan itu
selagi masih mampu”
Menjadi
seorang mahasiswa merupakan suatu anugerah bagi saya. Tidak pernah terbayangkan
sebelumnya bahwa saya bisa menjadi seorang mahasiswa. Nasib baik akan selalu
mengikuti orang yang kukuh dalam pendirian, itulah kalimat yang dapat
menunjukkan keberhasilan saya menjadi seroang mahasiswa di Universitas Negeri
Jakarta. Sungguh suatu perjuangan yang tidak mudah untuk bisa diterima di UNJ
melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan hal
itu sangat berkesan bagi saya. Purwo Besari, nama yang memiliki arti “Besari
yang terdahulu”.
Besari
ialah nama dari buyut yang kala itu sukses dan diharapkan saya juga memiliki
kesuksesan seperti beliau suatu hari nanti. Saya anak pertama dari dua
bersaudara. Saya memiliki adik bernama Egi Putri Besari yang tinggal di
Tasikmalaya. “Peri Kecil” ialah julukan yang saya berikan untuk Egi tersayang.
Ya, saya sangat menyayangi dia. Ayah saya bekerja sebagai seorang sopir
pengantar barang di sebuah toko elektronik di Jakarta Utara. Sementara ibu,
sudah lama tiada sejak saya berada di kelas tiga SMP. Setelah lulus SMP, saya
melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Latar
belakang pendidikan sebagai siswa SMK menjadi salah satu kesulitan tersendiri
untuk melanjutkan kuliah. Saya belajar mempersiapkan SBMPTN dimulai sejak
semester dua kelas dua SMK. Saya mulai mempelajari pelajaran-pelajaran SMA yang
akan diujikan di SBMPTN. Materi-materi pelajaran tersebut tidak mudah dipahami
oleh saya. Ditambah, saya hanya belajar secara otodidak. Situasi perekonomian
keluarga pun menjadi penghalang terbesar saat itu. Sehingga, saya berpikir tak
memungkinkan bagi saya bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi.
Padahal, sejak sekolah saya bercita-cita bisa mengeyam pendidikan
setinggi-tingginya.
Ada
banyak pengalaman yang saya dapatkan di bangku perkuliahan. Diantaranya bisa
mewakili almamater tercinta di berbagai ajang perlombaan dan kegiatan skala
nasional maupun internasional. Hal yang saya impikan ialah menjadi mahasiswa
berprestasi. Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena bisa
mendengar impian itu. Menjadi mahasiswa berprestasi utama Fakultas Ilmu Pendidikan
UNJ merupakan suatu hal yang luar biasa. Bisa berada di posisi ini bukanlah hal
yang mudah. Perlu waktu selama tiga tahun untuk mendapatkan hal ini.
Asrama
Sunan Giri menjadi bagian sejarah penting keberhasilan saya menjadi mahasiswa
berprestasi. ASG, tempat yang saya anggap sebagai rumah, memberikan banyak
sekali dukungan bagi saya, baik secara moril maupun materiil. Di ASG, saya
belajar mengenai manajemen hidup, implementasi nilai islam yang tak hanya
sebatas ritual, dan bisa mempelajari keberagamaan antarmanusia.
ASG
bisa dikatakan sebagai miniatur Indonesia bagi saya. Saya bertemu banyak orang
dari latar belakang keluarga dan daerah di Indonesia. Saya bisa bertemu orang
Aceh hingga Sulawesi di ASG. Tentunya, budaya dan kebiasaanya sangat berbeda dengan
saya. Sebagai seorang pemuda tanah sunda, yaitu pemuda Tasikmalaya. Saya
dibesarkan dengan nilai luhur dan budaya Sunda. Tutur kata dan perilaku tentu
berbeda dengan orang-orang dari luar tanah pasundan. Ada banyak sekali
nilai-nilai kehidupan yang saya dapatkan di ASG, seperti toleransi dan rasa
hormat.
Sebagai
asrama pergerakan kader islam, ASG mengajarkan saya untuk bisa menjadi
mahasiswa islam yang aktif dan kritis. Aktif artinya ikut berperan serta dalam
organisasi kepemudaan atau kegiatan sosial kemasyarakatan. Sedangkan, kritis
artinya bisa menjadi mahasiswa yang memiliki pengetahuan luas dan berawawasan
global. Oleh sebab itu, tidak heran jika ASG memiliki segudang alumni luar
biasa yang menjadi tokoh nasional, sebut saja Azwar Anas, Prof. Jimmly, dan H.
Arsul Sani yang sekarang menjabat sebagai wakil ketua MPR RI. Pola pengaderan
yang militan dan adaptif menjadi kultur pembentuk kader ASG. Berbagai pelatihan
dan kegiatan sosial hingga keagamaan diberikan kepada setiap insan ASG agar
siap menjadi alumni yang berdaya setelah keluar asrama. Selama proses
pengaderan itulah saya dilatih memiliki sikap kempimimpinan yang baik.
Berdasarkan hal itu, saya bisa menjadi mahasiswa yang kompetitif dan pekerja
keras. Saya menjadi tekun dan yakin bisa mencapai salah satu tujuan saya, yaitu
menjadi mahasiswa berprestasi.
Menjadi
mahasiswa berprestasi bukan hanya tentang menjadi mahasiswa yang paling pintar,
bukan hanya mahasiswa yang memiliki IP tinggi atau bisa menang juara di
berbagai perlombaan yang ada. Namun, bisa memilki sikap dan kepribadian yang
positif. Sejak semester satu, saya telah mempersiapkan diri mengikuti berbagai
perlombaan untuk bisa menambah prestasi. Beberapa prestasi pun telah saya raih
selama masa kuliah. Prestasi pertama pada tahun 2015 ialah juara dua lomba
debat nasional ekonomi islam di STEI SEBI Depok. Juara dua lomba debat
bidikmisi award UNJ tingkat nasional tahun 2016. Menjadi juara satu lomba debat
sosial politik FE UNJ tingkat nasional tahun 2017. Hingga bisa mengikuti Model
United Nation di Malaysia tahun 2017 dan pertukaran pelajaran ke Taiwan di
tahun 2019.
Menjadi
pemenang dalam sebuah lomba tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Perlu
cucuran keringat dan air mata untuk meraihnya. Sering rasanya diri ini harus
menelan mentah-mentah kekecewaan. Namun, itulah perjuangan dalam sebuah
perlombaan. Seberapa pun banyaknya penghargaan dan apresiasi yang didapat saat
ini tidak akan pernah saya rasakan bila tidak menjadi seorang mahasiswa yang
tinggal di ASG. Seorang mahasiswa tidak hanya tentang melajutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi, ada banyak makna dan arti yang bisa
didapatkan dari seorang mahasiswa.
Meskipun,
dengan menjadi mahasiswa bukanlah jaminan kesuksesan seserorang. Prestasi
terbesar dalam hidup saya adalah menjadi seorang mahasiswa. “Saya ingin kuliah
di universitas negeri” cerita saya kepada orang-orang yang saya kenal. Teman,
guru dan orang tua. Selalu saya sampaikan angan itu kepada mereka. Pro dan
kontra selalu datang kepada saya bila mengatakan hal itu. Sulit bagi beberapa
orang menerima angan saya. Alasannya sudah pasti karena saya adalah siswa SMK
dan tidak adanya biaya kuliah. Lantas hal tersebut tidak serta merta menciutkan
niat saya untuk kuliah. Hal itu justru menjadi cambuk penyemangat bagi saya
untuk lebih giat berusaha.
Setiap
hari menjelang ujian nasional, saya selalu menyediakan waktu untuk mempelajari
materi pelajaran SMA. Semua itu tentu sangat membebani. Meskipun, banyak materi
yang saya tidak pahami tetapi itu bukan penghalang saya untuk kuliah. Satu
alasan kuat saya ingin kuliah adalah belum ada satu pun keluarga saya di
Tasikmalaya yang berkuliah. Saya sangat berharap sekali bisa menjadi orang
pertama di keluarga yang bisa kuliah. Tiga hari sebelum penutupan pendaftaran online SBMPTN, saya harus pergi ke kota
untuk mentrasfer biaya pendaftaran.
Mesin
ATM terdekat hanya berada di kota yang bila di tempuh dengan sepeda motor
memerlukan waktu 40 menit perjalanan. Adanya kesalahan sistem membuat saya
harus tiga kali pergi ke kota untuk melakukan pembayaran. Hingga di hari
terakhir, barulah bisa diproses pembayaran saya. Saat itu, saya merasa apakah
ini yang disebut ujian atau memang ini pertanda bahwa kuliah bukanlah jalan
hidup saya. Saya ingin benar-benar menyerah di titik itu. Tidak ada dukungan
dan merasa sendiri membuat saya ingin mengurungkan niat untuk kuliah.
Kesempatan
tidak datang dua kali, ambilah kesempatan selagi masih mampu” tiba-tiba kalimat
itu muncul. Sehingga, saya ambil kesempatan untuk ikut SBMPTN dan akhirnya
diterima di UNJ. Bisa merasakan kesempatan luar biasa menjadi seorang
mahasiswa. Bila saya tidak jadi mendaftar SBMPTN dan tidak kuliah maka tidak
akan merasakan kesempatan-kesempatan luar biasa tersebut termasuk menjadi
bagian dari warga Asrama YAPI.
Tentang
Penulis
Penulis memiliki nama lengkap Purwo
Besari, lahir di Jakarta 12 Mei 1997. Penulis merupakan anak pertama dari
Suwarjo dan Ninih Nurhayati. Penulis akrab disapa dengan sebutan Purwo. Purwo
memilki satu orang adik bernama Egi Putri Besari. Sekarang tengah menempuh
pendidikan di Universitas Negeri Jakarta, prodi Manajemen Pendidikan Fakultas
Ilmu Pendidikan, angkatan 2015.
Purwo aktif di organisasi kampus, hal
ini ditunjukkan penulis dengan menjadi Kepala Departemen Media Center HIMA
Manajemen Pendidikan tahun 2016-2017.
Selain itu, penulis juga mengikuti organisasi tingkat universitas yaitu
menjadi staf humas di Lembaga Kajian Mahasiswa UNJ. Penulis memiliki
ketertarikan di dunia debat. Menurut penulis dengan debat bisa melihat suatu
hal dari berbagai perspektif dan meningkatkan daya berpikir kritis.
Beberapa prestasi yang pernah di raih
penulis dalam dunia debat diantaranya ialah Juara I Debat Pendidikan Mahasiswa
ME FAIR UIN Syarif Hidayatullah Tingkat Nasional tahun 2017, Juara II Debat
Keislaman MTQ PAI UNJ Tingkat Nasional tahun 2017, Juara I Debat Sosial Politik
UNJ Tingkat Nasional tahun 2017, Juara II Debat Badan Bahasa Kemendikbud
Tingkat Mahasiswa se-Jabodetabek tahun 2017 dan menjadi Pembicara Terbaik III
Debat Badan Bahasa Kemendikbud Tingkat Mahasiswa se-Jabodetabek. Prestasi
internasional penulis ialah menjadi Delegate of Belgium in Asia Youth
International Model United Nations 2017, Kuala Lumpur, Malaysia dan peserta
Summer Program di Asia University Taiwan 2019.
Asrama dan Ingatanku Abadi Tentangnya
Oleh : Rifki Eko Wahyudi
Pandemi datang bagai tamu tak diundang,
keberadaannya seakan-akan mengejutkan siapa saja yang hidup di muka bumi ini,
sebuah hal yang tak sempat terpikirkan sebelumnya, awal 2020 menjadi malapetaka
bagi jamak orang. Siapa sangka, dua minggu yang dieluh-eluhkan mampu
menormalkembalikan kondisi negara dari terpaan pagebluk nyatanya berlangsung
hingga sekarang. Pada akhirnya kita dituntut untuk hidup damai bersanding
dengan virus yang tak ramah ini. Namun, dari pandemi aku banyak belajar dan
menemukan hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah aku temui, atau bahkan jika
pandemi tidak hadir aku pun tak akan menjumpai hal tersebut. Satu diantaranya
adalah menjadi bagian dari YAPI.
Entah harus dari mana aku memulai cerita ini,
kiranya aku telah membukanya dengan adanya pandemi yang mengantarkanku pada
asrama ini. Dua tahun sebagai mahasiswa aku menghuni asrama kampus yang
lokasinya tepat berada di wilayah lingkungan kampus, hari-hari kuhabiskan
layaknya mahasiswa pada umumnya, kuliah, nongkrong, belajar, dan organisasi.
Pada semester empat awal, perkuliahan kusambut dengan gegap gempita, berharap
ada banyak kejutan yang akan kutemui di semester baru, baik nilai yang kian
melambung, finansial yang stabil, atau bahkan peruntungan bab asmara. Namun,
belum ada satu bulan berjalan, tersiar berita bahwa virus yang tadinya di
negeri tirai bambu telah masuk ke Indonesia dan kebetulannya orang pertama
terkena virus ini adalah orang yang tinggal di kota yang sama dengan kampusku.
Menjadi semacam paranoid tersendiri bagi mahasiswa kala itu, dari yang awalnya
biasa saja, makin ke sini dengan melihat lonjakan kasus tiap harinya membuat
rasa takut juga dan memaksa diri untuk menerapkan protokol kesehatan.
Perkuliahan pun dihentikan dan
secara serampangan mengubah sistem yang tadinya tatap muka menjadi full
daring. Asrama kampus memberikan tenggat waktu kepada seluruh warga asrama agar
berkemas meninggalkan asrama dan pulang ke kampung halaman masing-masing.
Segera aku memikirkan alternatif tempat tinggal setelah aku keluar asrama, jika
memungkinkan kondisi normal kembali dalam waktu dekat pun aku harus segera
hengkang dari asrama kampus, karena masa tinggal warga maksimal hanya dua
tahun.
Aku pun menghubungi salah satu kawan dari daerah
yang pernah mengajakku untuk tinggal bersamanya di salah satu asrama. Langsung
saja tanpa berpikir panjang aku mengrimkan pesan kepadanya dan dia pun dengan
cepat membalas sapaan aku, aku pun mengutarakan maksudku untuk menanyakan
suaka. Dia menyanggupi untuk bertemu denganku lusa dan aku mengiyakan hal
tersebut.
Pertemuan
itu dilangsungkan di asrama kampus, dia berjalan kaki dari Asrama Wali Songo
-pada saat itu aku belum mengetahui namanya- menuju asrama kampus, kurang lebih
jaraknya 2 kilo meter dan harus memanjat pagar untuk sampai, karena ini lewat
jalur belakang guna memangkas jarak dan waktu tempuh. Kalau mengingat hal ini
aku selalu merasa berhutang budi pada kawanku ini. Sesampainya di asrama,
beliau menceritakan seluk beluk asrama wali songo, dari sejarah, latar belakang
berdirinya, hingga program apa saja di dalamnya, semua beliau jelaskan dengan
gamblang pada waktu itu dan ditutup dengan kalimat, “Kalau masih ada yang belum
jelas nanti chat saja atau kita bisa ketemu lagi.
Akhir Maret 2020 aku meninggalkan Jakarta dan
kembalai ke kampung halaman di Tuban Jawa Timur. Kurang lebih enam bulan aku
menghabiskan waktuku di kampung halaman dan menjalani perkuliahan secara daring
di sana. Hingga pada akhirnya aku ditelfon kawanku ini, aku ingat betul kalimat
yang diucapkan dalam telefon ini, “Segera balik Jakarta dan ke asrama”.
Sebelumnya memang aku telah menjalani serangkaian persyaratan untuk menjadi
warga asrama, dari pengumpulan berkas sampai tes wawancara. Alhamdulillah semua
berjalan dengan lancar. Bulan September
sebelum berlangsungnya perkuliahan di semester baru, aku memutuskan
untuk menginjakkan kaki kembali ke ibu kota. Sesampainya di Jakarta aku
langsung menuju Asrama Wali Songo. Tempat yang asri dengan pendopo di dalamnya,
menjadikan nuansa pesantren dengan balutan unsur modernasi di dalamnya, sebuah
hal yang menarik dibayanganku untuk belajar ilmu agama dan dunia.
Hari-hari pertama aku jalani dengan semangat dan
antusias, mengikuti program-program pengurus dan layaknya warga baru di setiap
asrama yang mungkin sudah menjadi kultur bahwa warga percobaan atau warga baru
ini akan menerima tugas sedikit lebih banyak dari para senior yang telah lama
menghuni asrama.Tak apalah, toh di asrama ini tidak ada perpeloncoan yang erat
kaitannya dengan penyebutan senior-junior. Semua dijalankan dengan kekeluargaan
dan saling bantu satu dengan yang lainnya. Aku begitu nyaman menjalani
aktivitas di asrama ini, mulai berdiskusi bertukar pikiran, melatih berbicara
di muka umum, dan mendalami ilmu-ilmu agama tentunya. Sampai pada akhirnya aku
telah menjalani masa menjadi warga percobaan kurang lebih selama enam bulan dan
aku diangkat menjadi warga tetap atas pertimbangan-pertimbangan dari pengurus
dan direktur. Dan kini aku menjabat menjadi bendahara asrama, mengurusi keluar
masuknya uang asrama.
Sampai kapanpun Asrama Wali Songo akan memiliki
tempat di dalam ingatanku. Menjadi bagian dari cerita suksesku kelak di
kemudian hari. Bukan sekadar memberikan tempat tinggal, namun juga ilmu untuk
bekal meraih sukses dunia dan akhirat. Doa tak henti-hentinya untuk para
pendiri Yayasan Asrama Pelajar Islam (YAPI) semoga Allah SWT membalas segala
kebaikan yang telah diperbuat dengan surga-Nya. Tak lupa, untuk seluruh teman-teman
yang pernah berjuang bersama dalam satu atap naungan Asrama Wali Songo,
cerita-cerita denganmu adalah bagianmenarik dalam hidupku. Kelak jika kita
bertemu kembali, aku berjanji akan membahas hal lucu yang pernah kau perbuat
selama kau menjadi waga asrama. Sukses selalu untuk kita, semoga segala hal
yang kita peroleh di asrama dapat kita implementasikan dalam segala langkah
menuju jalan keberhasilan.
Menorehkan kisah di secarik kertas
kiranya sudah saya lakukan sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Menulis bagi saya adalah media pelepasan menuju sebuah ketenangan. Tidak
semua yang ada dalam perjalanan hidup dapat ditampung oleh kepala, ada kalanya
menumpahkan sebagian isi kepala melalui tindakan menulis adalah sarana
pengurangan beban hidup. Itulah yang pada akhirnya kerap saya lakukan untuk
melepas sebuah ketegangan atau yang Sigmund Freud sebut sebagai Katarsis.
Menjadi satu hal yang menggembirakan bagi saya ketika YAPI meminta untuk
membuat tulisan yang berkenaan dengan asrama, perlu kiranya untuk diketahui
bahwa ingatan akan menguap namun tulisan akan abadi.
Tentang Penulis
Penulis bernama RIFKI EKO WAHYUDI adalah seorang yang gemar berpetualang
mengarungi kesendirian di tengah keramaian. Menjadi hal yang menarik bagi saya
ketika berjumpa dengan orang baru dan berbincang membahas bab riwayat hidup. 25
Oktober 1999 adalah awal sejarah penulis dimulai, lahir dan tumbuh menjadi
dewasa di kota kecil pesisir pantai utara Tuban Jawa Timur, keras dan panas
adalah dua hal yang identik dengan wilayah pesisir, hal ini kerap disandingkan
dengan karakteristik orang-orangnya, namun hal inipun tak bisa dipukul rata,
lingkungan yang membentukku menjadi sosok yang tidak pada umumnya, saya tumbuh
menjadi pribadi yang pendiam dan tak peduli dengan hal yang tak seharusnya saya
pikirkan, menjalani hidup seturut dengan kata hati nurani.
Memulai mengenyam bangku pendidikan
sekolah dasar di SDN Glodog, yang mana merupakan satu-satunya SD negeri di desa
saya. Kemudian melanjutkan sekolah menengah di SMPN 1 Palang yang merupakan
sebuah sekolah kebanggaan warga desa di kecamatan saya. Dilanjut dengan mencoba
peruntungan untuk mendaftar di salah satu SMA unggulan di kota Tuban, yakni SMA
Negeri 1 Tuban dan pada akhirnya Tuhan mengizinkan saya untuk menimba ilmu di
tempat ini, dari sekolah inilah pola pikir saya mulai terbuka dan hidup semakin
punya arah akan kemana setelahnya.
Lulus SMA adalah satu tantangan sendiri
dan akhirnya saya mencoba peruntungan untuk kedua kalinya dengan mendaftar di
salah satu universitas terbaik di negara ini, kampus yang diidam-idamkan oleh
para siswa dan orang tua, berkat rahmat Allah SWT pada tahun 2018 saya diterima
di Universitas Indonesia, dari sanalah saya mulai membuka pandangan terhadap
dunia dan ini adalah gerbang awal saya menjadi bagian dari asrama Yayasan
Asrama Pelajar Islam (YAPI) .
Harapan Yang HampirPpadam
Oleh : Sonia Syuhada
Pada tanggal 28 september 2018 saya
memberanikan diri berangkat ke Jakarta dengan perlengkapan dan bekal seadanya,
dengan bertujuan untuk melanjutkan pendidikan saya di STEBank islam Mr.
sjafruddin prawiranegara besar harapan orang tua saya agar saya bisa
melanjutkan pendidikan, sebelum saya pergi meninggalkan rumah ibu saya berpesan
“kamu harus lebih baik dari kami, inggat kemiskinan bukan faktor keturunan,
Kamu harus bisa mengangkat derajat kami” tak terasa air mata menetes tak
terbendung saya berusaha untuk menahan tangis agar terlihat kuat di depan orang
tua saya berat rasanya meninggalkan mereka, tetapi menuntu ilmu juga adalah
suatu kewajiban saya sebagi anak untuk berbakti kapada kedua orang tua yang
sangat menaruh harapan besar kepada saya.
Setelah saya sampai di jakarta saya
harus bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru, karena saya awal-awal
datang agak sulit untuk beradaptasi karena saya tipe orang sulit akrab dengan
orang baru tapi kalau sudah kenal malah suka malu maluin hehehe. kegiatan di
kampus dan di asrama putrafatahillah yang hampir semua kegiatannya padat dengan
al qur’an kadang saya agak kewalahan karena saya bukan berlatarbelakang
pesantren jadi agak sulit untuk menyesuaikan dan harus banyak balajar. Apalagi
harus dibarengi dengan menghafal al-qur’an, kuliah dan mengikuti agenda
kegiatan asrama awalnya memang berat untuk menjalaninya dan saya hampir putus
asa, karena saya merasa tertinggal oleh teman teman saya yang notabene dari
pesantren saya tidak menyerah begitu saja sanya mencoba mengejar
kertertinggalan itu dan akhirnya saya bisa mengejar ketertingalan itu walaupun
itu tidak mudah dan butuh tenaga lebih untuk mengejar ketertingalan dalam
menghafal al-qur’an.
Setiap
saya merasakan lelah dan ingin menyerah entah kenapa selalu terbersit dalam
pikiran saya tentang perkataan ibu saya dan itu selalu menjadi acuan saya untuk
terus melanjutkan perjuangan untuk bisa melanjutkan semuanya karena banyak
harapan yang harus diwujudkan. Akhirnya setelah hapir satu tahun saya menjalani
semuanya saya mulai terbiasa dan bisa membagi waktu antara menghafal al-quran
dan kuliah dan Banyak sekali pembelajaran, pengalaman, ilmu dan saya juga
banyak bertemu dengan orang orang baru selama saya satu tahun tinggal di asrama
darul qur’an fatahillah dan kuliah di STEBank islam Mr. sjafruddin
prawiranegara.
Dengan berjalannya waktu tak terasa
qodarullah pada suatu hari ditengah kesibukan suasana kegiatan asrama tiba-tiba
ada suatu konflik yang terjadi pada asrama tempat tinggal kami dikarenakan ada
masalah internal antara pihak yayasan putra Fatahillah dan anak atau keluarga
dari almarhum bapak Am fatwa pendiri asrama darul quran fatahillah dan STEBank
Islam Mr. Syafruddin prawiranegara. Semenjak itulah kondisi asrama dan kampus
tidak terkendali dan terombang ambing dan Bukan hanya itu saja masalahnya pada
5 Agustus 2019 mengalami suatu peristiwa kebakaran yang menghabiskan semua gedung
asrama yang kami yang tinggali dan itu membuat kami trauma dan susah untuk
melupakan kejadian tersebut. Selelah semua kejadian itu Saya sendiri bingung
tidak tahu akan melanjutkan ke mana Karena saya resah hampir kehilangan harapan
saya untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi karena semua peristiwa
itu, setelah hampir satu tahun kami terobang ambing oleh keadan yang yang rumit
dan sulit.
Tetapi
setelah melalui proses yang perjalana panjang dan dibarengi dengan doa doa yang
kami langitkan demi keberlangsungan kampus STEBank. alhamdulillah semua
keresahan itu hilang setelah mendengar ada kabar baik dengan izin Allah kami
bisa bergabung dengan YAPI. Yayasan yang awalnya menaungi tiga asrama khusus
putra yaitu ASGJ (asrama sunan gunungjati), ASG (asrama sunan giri), AWS
(asrama wali songo) dan setelah kami masuk dan bergabung menjadi bagian dari
YAPI, dan didirikan lah asrama khusus putri pada 13 september 2020
Saya sangat bersyukur bisa masuk dan
menjadi salah satu bagian dari YAPI karena YAPI sangan berperan banyak atas
kelangsungan perjalanan hidup dan harapan saya. Saya selalu berfikir mungkin
dengan adanya semua musibah yang terjadi ini adalah salah satu takdir Allah
mempertemukan saya dengan orang-orang hebat seperti para pembina dan para
pengurus YAPI banyak sekali pengalaman yang bisa diambil semenjak saya tinggal
dan bergabung di asrama YAPI mulai dari bagaimana cara berorganisasi dengan
baik, bagaimana melakukan pengkaderan yang baik
YAPI
sangat memfasilitasi semua kegiatan dari mulai keilmuan, fasilitas asrama,
beasiswa dan masih banyak lagi fasilitas fasilitas yang YAPI sediakan. saya
sangat bersyukur bisa bergabung di asrama YAPI saya merasa ini jalan terbaik ya
Allah berikan kepada saya dan teman-teman agar bisa menjadi lebih baik. Harapan
setelah saya lulus dari Asrama Putri YAPI semoga saya bisa mencontoh para tokoh
tokoh pendiri YAPI dan bisa menerapkan dan berbagi ilmu yang sudah saya dapat
selama tinggal di asrama YAPI. Semoga YAPI semakin sukses, semakin berkembang ,
dan semakin maju.
Tentang Penulis
Nama saya Sonia Syuhada teman
teman asrama biasa memangil saya dengan sapaan sonson, con, son, nia dan saya
paling tidak suka kalau ada yang memanggil saya dengan sapaan soni karena itu
nama ayah saya wkwkw. saya ahir di karawang, tanggal 02 Oktober 2000. anak
kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Soni Nana Mulyana dan Ibu Cucu
Syuhada. Saya menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Payungsari 2 Pedes.
Menyelesaikan
pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Tarbiatul Banin Cirebon,
menyelesaikan Pendidikan Menengah Atas di SMAN 1 Pedes, dan saat ini saya
sedang menempuh pendidikan di STEBank Islam Mr. Sjafruddin Prawiranegara
fakultas Ekonomi dan Bisnis, program studi Perbankan Syariah angkatan 2018
Selain berkuliah saya juga amengajar di
salah satu TK di jakarta pusat yaitu di TK Darull Adzkiyya ditahun 2022, saya
juga menjabat sebagai Sektetasis asrama putri YAPI selama dua periode darimulai
awal tahun 2021 sampai 2022 dan saya juga mengikuti beberapa organisai internal
dan eksternal yaitu anggaota HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) komisariat STEBank
2020 - 2021, BEM (Badan Eksekutip Mahasiswa) STEBank 2022 -2023, dan menjadi
anggota KMD angkatan 17 (Kader Mujahid Da’wah).
AKU DAN RUMAH PENGKADERAN YAPI
Oleh : Abdul Jamil Maihimmi
Yayasan Asrama Plajar Islam (YAPI)
merupakan yayasan yang memfasilitasi Mahasiswa khusus luar Jakarta yang merantau ke Jakarta, yayasan beralamat di Jl.
Sunan Giri, Rawamangun, Jakarta Timur. Yayasan Asrama Pelajar Islam sewaktu aku
pertama kali datang
memiliki tiga asrama yaitu Asrama Sunan Gunung Jati (ASGJ), Asrama Sunan
Giri(ASG), dan Asrama Wali Sanga(AWS), semua asrama ini di khususkan untuk
mahasiswa luar jakarta, dan untuk saat ini telah memiliki 4 (empat) Asrama
yakni menambah satu asrama yang dikhusukan untuk mahasiswi yaitu Asrama
Putri(ASPURI). Itu sedikit tentang Yayasan Asrama Islam.
Awal perjalanan aku mengenal Yayasan Asrama
Pelajar Islam dan masuk di asrama YAPI, yaitu tepat pada akhir tahun 2019 di
desa Mlagen, Kec.Pamotan, Kab.Rembang. Setelah selesai menamatkan pendidikan
Madrasah Aliyah Darul Huda di desa Mlagen, aku ikut kakak ke Jakarta untuk
menempuh pendidikan selanjutnya di Sekolah Tinggi Ekonomi dan Perbankan (STEBANK)
Islam Mr. Sjafruddin Prawiranegara Jakarta, saya berangkat ke Jakarta bersama 1 teman lagi yang berasal dari Demak yang
bernama Rifki.
Sesampainya di kota yang begitu besar dan
penuh bangunan-bangunan tinggi, aku dan rifki
tidak langsung masuk ke asrama kampus melainkan di antar ke tempat sementara
para mahasiswa Kampus yang berada di Rawasari, yaitu di lantai dua bangunan
sekolah. Setelah diantar ke tempat tinggal sementara para mahasiswa oleh
kakakku disitulah aku baru merasakan atmosfir yang berbeda dari biasanya, yang
awalnya tinggal bersama keluarga, Kini aku tinggal dengan orang asing yang belum pernah
kutemui, setelah beberapa hari aku mulai akrab dengan para senior di sana dan
diberitahu sedikit mengenai kampus dan perjalanan mereka sampai di tempat ini.
Senior yang pertama kali aku dan rifki
kenal adalah bang Ande dan bang Mahlil yang berasal dari tanah Aceh, sesuai apa
yang saya dengar Kampus yang aku tuju berada di daerah Sentiong dan di sana juga ada
asrama khusus untuk mahasiwa-mahasiswinya, namun sebab ada musibah yang membuat
mahasiswanya harus di ungsinkan dan bahkan kampus mau dipindahkan pengelolaan yayasannya. Setelah hampir satu bulan lebih di tempat tinggal
sementara, aku dan temanku Rifki diberitahu
seniorku bahwa seleksi dan pendaftaran masuk kampus telah dibuka, dan
pendaftaran masuk kampusnya dilaksanakan di gedung YAPI, awalnya aku belum tahu
YAPI itu apa dan dimana
?. Namun disinilah
awal mula aku mulai mengenal dan pertama kali masuk ke gedung YAPI dan pertama
kali juga aku dan Rifki kenal apa itu
yang namanya GRAB, kemudian kita berdua naik grab dan di antar ke gedung YAPI.
Sesampainya di gedung YAPI aku dan Rifki langsung masuk dan diarahkan untuk naik kelantai dua
gedung dan masuk ke sebuah ruangan
untuk ikut seleksi dan daftar masuk kampus, pada waktu itu ada tiga orang yang
ikut seleksi sambil menunggu penyeleksi hadir, aku dan Rifki dan satu
orang lagi kami berbincang dan saling berkenalan, setelah beberapa saat
penyeleksinya datang dan langsung duduk di depan kita, disini
aku kaget kerena yang menjadi penyeleksi di kampus ini merupakan orang yang aku kenal beliau tinggal satu kampung denganku, yang
kutahu saat itu beliau menempuh pendidikan di Semarang unuk S1 dan ke Jakarta untuk melanjutkan S2 nya beliau adalah Pak Najib,
kemudin setelah selesai seleksinya aku dan pak Najib berbincang sedikit lalu pulang.
Kemudian beberapa minggu setelah seleksi
masuk kampus dan alhamdulilah bisa lolos dan masuk sebagai mahasiswa STEBANK,
namun ada kabar bahwa kampus kita dipindahkan ke Yayasan Asrama Pelajar Islam
dan mahasiswanya diharuskan untuk masuk dan tinggal di asrama yang dimiliki
oleh Yayasan baru yang menaungi kampus kita, tak berselang lama aku, Rifki, bang Andre, Mahlil, Ardian dan Fajar kemudian memutuskan untuk pindah ke Asrama Sunan Giri yang lokasinya tidak jauh dari gedung YAPI. Di sinilah awal mula aku kenal
dengan asrama YAPI, dimana aku, Rifki dan 4
seniorku langsung masuk pada waktu itu diketuai bang Restu Saputra.
Awal masuk ke asrama Sunan Giri, sebelum aku
diterima menjadi warga, kita diwawancarai
dahulu oleh para pengurus dan direktur asrama. Kemudian jika memenuhi persyaratan kita diterima untuk
tinggal di asrama . Setelah kita diterima sebagai warga dan
tinggal di asrama kita
mendapatkan banyak sekali fasilitas, mulai dari tempat tidur, lemari /tempat baju, Wifi, kamar mandi, dan masih banyak lagi,
namun untuk warga baru yang datang di asrama sunan giri dikenakan biaya pangkal
atau yang bisa disebut sebagai uang untuk membeli kasur dan juga bantal, mereka menyebutnya uang pangkal.
Setelah tinggal di asrama sunan giri
beberapa minggu kita mendapatkan informasi bahwa akan dilaksanakan tes sebagai
awarga baru YAPI atau yang disebut dengan Organ, dimana dilaksanakan di gedung utama YAPI
atau YAPI Center di sana kita harus
masuk di beberapa pos yang
telah disediakan oleh panitia atau pengurus asrama yang ada di sana, di dalam
pos-pos ini kita disuruh memperkenalkan diri. Kemudian menceritakan singkat riwayat pendididkan kita,
ada beberapa pertanyaan dan perintah dari pengurus asrama disetiap posnya, di dalam kegiatan
organ inilah aku tahu bahwa ada asrama lain selain asrama sunan giri, yaitu asrama sunan gunung jati, dan asrama wali sonoa sebab di dalam kegiatan
organ ini kita juga dijelaskan mengenai YAPI dan asrama-asramanya.
Selesai kegiatan organ selanjutnya kita
melanjutkan kegiatan dan agenda-agenda asrama yang begitu banyaknya, mulai dari
piket bersih-bersih, kajian, sholat berjamaah, penyampaian makalah, dan banyak
lagi. Di asrama sunan giri , warganya dituntut untuk menjalankan program yang
telah disusun oleh pengurus asrama. Setelah beberapa bulan di asrama dengan kegiatannya yang padat, di dalam atau pun di luar asrama, aku yang dasarnya
orang yang belum bisa menyesuaikan diri dengan alur jalannya asrama dan lebih
suka menuruti kesenangan hati.
Melakuakan hal-hal
yang kurang baik
dengan mulai tidak pernah ikut kegiatan, rapat, sholat jama'ah di asrama, keluar
tanpa izin pengurus, dan sampai pernah aku dipanggil pengurus asrama tapi aku
tidak datang, karena waktu itu aku masih kurang pengalaman di dunia luar dan
kurang bersosialosai menjadikan aku yang lebih memilih hal yang aku sukai dan
sering tidak ada di asrama watu itu.
Kemudian setelah begitu banyak kesalahan
yang aku buat di asrama sunan giri,
oleh keputusan para pengurus asrama aku dikeluarkan dan dipindahkan ke asrama Sunan Gunung Jati sesuai arahan
dari para pengurus asrama yang merasa kasihan kepadaku. Kemudian dengan
berbagai derama di asrama sunan giri sampai-sampai kakakku sampai menelfon dan
marah semarahnya kepadaku dan itu merupakan hari yang sangat apes bagiku.
Kemudian aku pindah asrama dari asrama sunan giri ke asrama sunan gunug jati,
kira-kira itu di pertengahantahun 2020 aku pindah ke asrama sunan gunung jati.
Dengan sesuai prosedur yang hampir sama
dengan asrama sunan giri, di asrama sunan gunung jati aku juga harus diwawancara
terlebih dahulu dengan para pengurus dan direktur asrama, aku ingat betul waktu
pertama kali aku datang ke asrama sunan gunung jati ini , yaitu pada malam hari
dan aku suruh untuk langsung istirahat di kamar, waktu itu
aku di arahkan untuk beristirahat dikamar no 4 dan aku satu kamar dengan bang Gufran, selang bebrapa hari kemudian aku di wawancarai
oleh para pengurus dan direktur asrama sunan gunung jati yang waktu itu di ketuai oleh bang Doni dan Direktur asrama pak Paid Ponandang, di sinalah aku
mendapatkan satu kesempatan untuk lebih dalam mengenal YAPI dan
asrama-asramanya.
Kehidupanku setelah masuk ke asrama baru ini di
awal-awal masih terus menyendiri dengan sering
mengurung diri di kamar, lama sampai
beberapa minggu masih terus mengurung diri dan jarang ikut kegiatan samapai
suatau saat aku dipanggil pengurus untuk evaluasi warga dan mendapatkan banyak
keluahan dan dengan berbagai alasan para pengurus bisa memakluminya, kemudian
setelah evaluasi dengan pengurus aku kemudian dipanggil untuk bertemu direktur
asrama, dengan diberikan banyak sekali arahan, motivasi dan renungan dari
direktur asrama aku kemudian mulai berubah yang awalnya suka tidak ikut
kegiatan mulai ikut kegiatan, yang awalnya jarang ikut sholat berjama'ah mulai
ikut sholat jama'ah, kegiatan di asrama sunan gunung jati sebenarnya tidak jauh
beda dengan sunan giri namun yang istimewa di asrama ini adalah rasa
kekeluargaannya yang begitu kental.
Di asrama sunan gunung jati ini aku mulai
bisa bersosialisasi mulai berani menyampaikan gagasanku walau dengan nada yang
terbata-bata. Di sinilah aku mulai
banyak belajar tentang segala hal yang mungkin jarang orang dapatkan di tempat tinggalnya,
menjadi panitia PHBI, kurban, syiar ramadhan dan banyak lagi kegiatan yang
sifatnya untuk masyarakat sekitar.
Setelah begitu banyak hal yang dilewati tepat pada tahun
2021 dalam acara RTW (Rapat Tahunan Warga) aku di percaya untuk menjadi
bendahara asrama sunan gunung jati dan menjalankan tanggung jawab selama satu
tahun dengan berbagai macam kegiatan, drama, masalah, susah, senang, dan suka duka. Banyak hal di tahun 2021 kita lewati bersama pengurus dan waarga
asrama.
Kemudian ditahun 2022 aku dipercaya untuk
memimpin asrama sunan gunung jati sampai sekarang masih berjalan semoga aku
bisa memenuhi apa yang dibutuhkan warga dengan kapasitas diriku yang masih
perlu banyak pengalaman, masih perlu banyak belajar, masih perlu banyak arahan,
masukan, kritikan, supaya dapat menjadi pengurus yang baik.
Sampai di sini ceritaku
tentang asrama atau rumah pengkaderan YAPI semoga yayasan dan asrama-asramanya
menjadi lebih maju lagi dan dapat menumbuhkan bibit-bibit yang unggul,
menghasilkan pemimpin-peminpin bangsa yang baik sesuai tuntunan Al-Quran &
hadis . Amiin.
Tentang Penulis
Abdul Jamil
Maihimmi lahir di Rembang, Jawa Tengan, pada tanggal 20 Mei 2001,
anak ketiga dari tiga bersaudara, pasangan Alm. Bpk Zaenuri dan Ibu Umi
Sa’diyah. Menyelesaikan pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiayah Darul Huda
Mlagen, Pendidikan menengah di Madrasah Tsanawiyah Darul Huda Mlagen,
Menyelesaikan sekolah atas di Madrasah Aliyah Darul Huda Mlagen. Saat ini
sedang melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ekonomi dan Perbankan Islam
Mr.Sjafruddin Prawiranegara Jakarta, Jurusan Perbankan Sayariah.
Pengalaman Organisasi
Ketua Osis MTs Darul Huda Mlagen tahun 2016, Anggota Pramuka Dewan Kerja
Gudep(DKG) MTs Darul Huda 2016, Anggota Pramuka Dewan Kerja Ranting(DKR) tahun
2017 Kec.Pamotan, Anggota Osis MA Darul Huda Mlagen tahun 2018-2019, Ketua
Oganisasi IPNU Ranting Mlagen tahun 2017, Anggota Dewan Kerja Ambalan(DKA) MA
Darul Huda tahun 2018, Anggota HMI Dipo cabang Jakarta, Anggota HMI Komisariat
STEBANK Jakarta, Anggota BEM STEBANK JAKARTA, Bendahara Asrama Sunan Gunung
Jati 2021, Ketua Asrama Sunan Gunung Jati 2022.
Aplikasi SIMONAS untuk Warga
Asrama YAPI
Oleh : Adi Sumardi
Di saat yang lain membahas niat dan keyakinan ketika pertama
kali menginjakan kaki di Jakarta untuk mencari ilmu, mungkin saya tidak akan
membahas terlalu dalam, karena memang semua hal yang tidak didasari oleh niat
dan keyakinan pasti tidak akan sampai seperti sekarang. Semua orang pasti
memiliki langkah yang berbeda dan cerita yang berbeda. Disini saya mencoba
menyampaikan pengalaman saya membuat sebuah sistem aplikasi monitoring untuk
warga asrama.
Asal mula pembuatan aplikasi ini adalah berawal dari
Direktorat Keasramaan YAPI yang dipimpin oleh Bapak Drs.H. Ade Kusnandar,
M.Pd., dimana awal mula munculnya pemikiran untuk membuat sistem aplikasi
monitoring warga asrama ini adalah dokumentasi kegiatan masing-masing asrama
yang kurang rapih, untuk database warga asrama, dan yang paling utama
adalah untuk memonitoring semua aktifitas warga asrama YAPI. Sebenarnya ide
untuk pembuatan aplikasi ini sudah ada sejak saya masih baru tinggal di Asrama
Sunan Giri. Namun, ide hanyalah sebuah ide dan tanpa sebuah gerakan selamanya
tidak akan terwujud. Di sini saya mencoba sebuah tantangan yang menurut saya
menarik sekaligus mengasah kemampuan saya dalam hal programming serta
membuat sebuah aplikasi dari nol. Pembuatan aplikasi ini memang sedikit sulit,
karena belum adanya konsep yang matang dan penentuan fitur apa saja yang
dicantumkan masih belum terpikirkan dengan baik. Sehingga dalam pengerjaannya
aplikasi ini berjalan secara bertahap dan memiliki perubahan yang sangat banyak
pada proses pembuatannya.
Bukan seorang programmer namanya jika dalam pembuatan
aplikasi tidak memiliki kendala error dan masalah pada aplikasi. Hal ini
yang saya alami ketika membuat aplikasi SIMONAS ini. Tidak seperti halnya
pembuatan aplikasi yang lainnya yang membutuhkan tiga atau empat orang, khusus
aplikasi SIMONAS ini dalam pembuatannya dilakukan oleh saya sendiri, mulai dari
merancang database, membuat flow atau alur aplikasi, bisnis proses aplikasi,
dan mendesain tampilan aplikasi.
Bulan September 2020 adalah proses awal saya memulai proyek
pembuatan aplikasi SIMONAS ini dan selesai pada Bulan Maret 2021. Saya
membutuhkan waktu sekitar tujuh bulan dalam pembuatan aplikasi ini, sehingga
benar-benar bisa dikatakan layak digunakan dan tidak terjadi adanya sebuah error.
Sebuah tantangan yang cukup rumit dan tekanan untuk cepat menyelesaikan
aplikasi ini pun juga sangat tinggi. Dimana dengan waktu sekitar tujuh bulan
dan seharusnya dikerjakan minimal oleh tiga orang, disini saya mengerjakan
hanya seorang diri dalam pembuatan aplikasi SIMONAS ini.
Pada akhirnya setelah proses pembuatan aplikasi yang tidak
mudah serta berbagai rintangan yang ada, aplikasi Sistem Monitoring Warga
Asrama (SIMONAS) ini sekarang telah digunakan oleh seluruh warga asrama YAPI.
Namun demikian, banyak juga yang memberikan tanggapan miring serta tanggapan
yang kurang mengenakan terhadap aplikasi ini yang terlontar bahkan dari warga
asrama YAPI sendiri, akan tetapi semua tanggapan dan semua kritikan yang masuk
tidak akan berguna kalo kita tidak melakukan apa-apa. Dalam pembuatan aplikasi
ini saya berusaha menuangkan ide, waktu, pikiran, dan tenaga untuk mendapatkan
hasil sebuah karya yang mungkin menjadi kenang-kenangan saya ketika saya sudah
keluar dari asrama. Semoga dengan adanya aplikasi ini bisa menjadi sebuah
gerakan yang lebih baik dalam dokumentasi kegiatan asrama dan database warga
maupun alumni warga asrama YAPI untuk kedepannya.
Aplikasi SIMONAS sendiri bisa di akses melalui link : https://asrama.yapi.or.id dan fitur yang terdapat didalam aplikasi tersebut sangat
banyak, mulai bisa registrasi sendiri dengan role sebagai warga asrama maupun
alumni asrama. Fitur masing-masing role pun didalamnya berbeda sesuai dengan
hak akses yang diberikan. Untuk kedepannya mungkin aplikasi ini akan menjadi
sebuah aplikasi yang sangat komplek dan menjadi aplikasi yang berpotensi untuk
ajang silaturahmi antara warga asrama dengan alumni.
Tentang Penulis
Adi
adalah nama panggilan saya sehari hari, nama lengkap saya Adi Sumardi
yang lahir pada tanggal 15 Agustus 1996 di Karawang. Saya adalah anak pertama
dari tiga bersaudara dan anak pertama dari keluarga besar saya yang bisa
mengenyam jenjang pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Universitas Negeri
Jakarta adalah tempat dimana saya kuliah pada jurusan Pendidikan Teknik
Informatika dan Komputer dan pada tahun 2022 sudah menyelesaikan studinya.
Asrama Mahasiswa Islam Sunan Giri adalah tempat tinggal selama berkuliah dan
tempat belajar ilmu yang tidak didapatkan didalam kampus.
Menulis
adalah hal yang berat bagi saya, karena memang saya lebih suka dalam bidang
desain grafis dan programming. Namun dengan adanya gerakan dari direktorat
keasramaan YAPI untuk gerakan menulis warga asrama, hal ini menjadi hal yang
menarik untuk saya bisa menuangkan tulisan saya yang setidaknya saya
menceritakan pengalaman saya masuk ke asrama sampai sekarang, bahkan mungkin
ini menjadi sedikit coretan kenangan sebelum saya keluar dari asrama.
Langkah Faizah Masuk Asrama YAPI
Oleh
Nur Faizah
Menempuh jenjang pendikan yang tinggi tentunya
menjadi harapan untuk anak dan orang tua. Akan tetapi tidak semua dari mereka
bisa mewujudkan keinginan itu. Oleh karena itu, sebagai manusia kita diwajibkan
untuk berikhtiar dalam hal apapun termasuk pendidikan. Salah satu cara saya
untuk mewujudkan cita-cita yaitu dengan mencari beasiswa. Saya terlahir dari
keluarga yang sederhana di bidang ekonomi, bapak saya seorang nelayan dan ibu
saya hanya ibu rumah tangga. Penghasilan bapak saya sebagai nelayan hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tetapi jika untuk membiayai saya kuliah,
penghasilan tersebut tidak mencukupi. Meskipun dalam keadaan ekonomi keluarga
yang tidak mendukung, tetapi hal itu tidak menjadi alasan saya untuk tidak
melanjutkan pendidikan.
Awal masuk asama
Kata
orang, hidup di asrama itu ada enaknya, tapi ada juga tidak enaknya. Enaknya
kita bisa belajar mandiri alias belajar hidup jauh dari orang-orang terdekat,
terutama orang tua. Dan kita juga bisa melatih diri untuk bisa lebih baik lagi.
Dan gak enaknya kita jauh dari orang tua. Awal menginjakkan kaki di Jakarta
saya tahu asrama Yapi dari senior.
Di asrama Yapi
saya bertemu dengan banyak orang, yang datang dari berbagai daerah dan tentunya
berbagai karakter. Hal itu membuat saya harus bisa mengontrol emosi. Karena,
bukan hanya sekedar persamaan yang membuat kita semakin menjadi erat, tetapi
bagaimana menerima perbedaan dan berdamai dengannya.
Hari demi hari
telah saya lalui hidup di asrama, banyak kegiatan yang kami lakukan bersama. Mulai
dari menghafal qur’an, shalat berjama’ah, masak bareng, belajar bareng dan
banyak hal lain yang telah kami lakukan. Hal
itu membuat kami menjadi manusia yang lebih baik, dan menjadi manusia
yang lebih disiplin.
Melalui lembaga
Yapi saya bisa tinggal gratis di Jakarta, Yapi memberikan beasiswa (asrama)
kepada saya. Tujuannya untuk membantu para pelajar atau mahasiswa supaya dapat
mencari ilmu yang sesuai dengan bidang yang hendak dikuasai, yang paling utama
bagi yang memiliki masalah dalam pembiayaan. Dengan adanya beasiswa Yapi ini
telah mengantarkan saya untuk meraih mimpi.
Banyak rencana
yang akan saya lakukan setelah keluar dari asrama Yapi, diantaranya: saya ingin
melanjutkan kuliah S2, dan saya ingin menciptakan lapangan kerja agar bisa
membantu masyarakat dan mengurasi tingkat kemiskinan di Indonesia.
HAFALAN KU.......
Aku tau kau hafalanku
Meninggalkanmu sekejab maka akan
menghilangkanmu seluruhnya
Berpaling darimu sesaat maka akan
membuatmu sulit kembali
Aku memahami mu yang ingin selalu ku
jaga
Aku mengertimu yang selalu ingin
bersama.
BIODATA PENULIS
Nama : Nur Faizah
Tempat, tanggal lahir : Sumenep, 9 November 1998
Alamat : Dusun Somor Agung, RT/RW 002/003 Desa Banbaru,
Kecamatan Giligenting
No HP : 087876012352
Email : izahnur245@gmail.com
Status : Mahasiswa
Moto hidup : Jaga Qur’anmu maka kamu akan dijaga
Riwayat Pendidikan SD dan MTS di Pulau Giliraja, Madrasah
Aliyah di Pulau Giliraja Kabupaten Sumenep lulus tahun 2016. Sekarang menempuh
pendidikan S1 di kampus STEBANK Mr. Sjafruddin Prawiranegara Jakarta.
April 08, 2022
DERAP LANGKAH PERJUANGAN
Oleh Sifa Nasamatul Mufidah
Tanggal 22 Juli 2017, memulai
dengan lembaran dan kisah baru. Ketika orang-orang sibuk dengan pilihan
masing-masing untuk mengejar cita-cita, berbeda denganku yang harus mengikuti
kemauan dari orang lain. Hal ini bukan tanpa alasan, singkat cerita Ramadhan 2017
terjadi pelecehan yang melibatkanku dan membuat ramai desa pada malam itu.
Kejadian itu cukup membuat trauma untuk diriku sendiri maupun keluargaku.
Sehingga sebisa mungkin pada saat itu mereka berusahan mencari tempat yang bisa
membuatku jauh dan dengan harapan aku bisa lupa dengan sekejap.
Akhirnya dengan kenalan Kakak
ku yang merupakan dosen serta mentor di asrama putri lama yang bertempatan di
Jakarta Pusat, disitulah aku dititipkan. Aku memulai dengan kebiasaan dan
lingkungan baru yang sebelumnya belum pernah aku tau. Disaat aku harus bisa
menghafal, mengikuti kelas di asrama dan berkuliah secara bersamaan. Cukup
susah bagi aku yang masih awam dan masih memiliki trauma dengan lingkungan
baru. Hampir 3 tahun aku hidup dengan bayang-banyang yang cukup menyeramkan,
karena aku merasa diikuti dimana aku ada. Mimpi yang setiap malam membuat
menangis dan ketakutan, tapi ngga tau harus cerita dan bilang kesiapa. Karena
kakak aku pernah memberi suatu kalimat “itu adalah aib”. Tapi aku tidak setuju
dengan pernyataan itu, karena bagi ku, aku adalah korban bukan pelaku yamg
dengan sengaja melalukan itu.
Dari situ aku mulai bangkit
untuk diri aku sendiri dan tidak memikirkan lagi tanggapan yang membuatku down.
Aku mulai menjalankan kuliah dan kegiatan seperti yang dilakukan orang-orang.
Mulai bangkit dengan menyibukkan dengan segala hal dan mulai menerima diri
sendiri dengan segala kisah yang sudah berlalu. Waktu berlalu, hingga terjadi konflik
internal yang melibatkan pihak kampus dengan keluarga pendiri Yayasan Putra
Fatahillah. Dari konflik tersebut kami mulai terpecah dan kegiatan kuliah serta
kampus mulai tidak beraturan. Setelah beberapa bulan mulailah pihak kampus dan
asrama berdiskusi dan sebagainya dengan pihak Yayasan Asrama Pelajar Islam
(Yapi) Rawamangun. Untuk bekerja sama mempertahankan asrama serta kampus di
kepemimpinan yayasan tersebut.
Tetap pada tahun 2020, kampus
Sekolah Tinggi Ekonomi dan Perbankan Islam Mr. Sjafruddin Prawiranegara dan
Asrama resmi diambil alih oleh Yapi. Yapi sendiri merupakan yayasan yang
menaungi 3 asrama laki-laki, yaitu Asrama Sunan Giri, Asrama Sunan Gunung Jati
dan Asrama Walisongo yang tersebar dibeberapa titik.
Kami masuk menjadi warga asrama
YAPI dengan nama saat ini Asrama Putri yang berada di Rawamangun tepatnya Jl.
Balai Pustaka 1. No. 14, Rt 03 Rw. 10 Rawamangun. Di asrama ini aku belajar
banyak hal tentang bagaimana mengatur waktu yang cukup padat. Pada tahun 2020
aku diamanahkan tugas sebagai sekretaris dan bendahara cadangan. Semua aku
jalani dengan sepenuh hati, karena yakin bahwa setiap hal iyu ada nilai positif
yang bisa aku ambil untuk pelajan serta motivasi dimasa yang mendatang. Seperti
saat ini ketika aku harus menyelesaikan penelitian skripsi aku tidak terlalu
sulit untuk sitematika penulisannya.
Dengan adanya asrama-asrama
Yapi ini aku berharap banyak menjadikan kader-kader yang pastinya bermanfaat
untuk semua orang, baik dalam bidang sosial, berintelektual dan siap memajukan
generasi muda penerus bangsa. Karena asrama YAPI tidak hanya menyediakan tempat
tinggal untuk pelajar yang berasal dari luar daerah tetapi juga memberikan
fasilitas yang baik dan memadai.
Sifa Nasamatul
Mufidah, lahir pada 12 Juni 1998 di Kebumen Jawa
Tengah, anak ke 7 dari Bapak Ahmad Rojani dan Ibu Sujiyem.
Saat ini masih menjadi mahasiswa di kampus Sekolah Tinggi
Ekonomi dan Perbankan Islam Mr. Sjafruddin Prawiranega Jakarta dan insya allah
akan lulus tahun ini.
“Don’t be afraid of being diffetent, be
afraid of being the same as everyone alse.”
Awal Azrina Masuk Asrama YAPI
Oleh : Azrina Nurul Hidayati
Sebelumnya,
saya mohon maaf apabila dalam tulisan ini dan (mungkin) tulisan selanjutnya ada
segelintir orang/pihak yang tersinggung atau ada kata-kata yang kurang berkenan
di hati pembaca. Saya membuat tulisan ini bertujuan hanya untuk berbagi
pengalaman. Perlu diketahui bahwa sebelum saya
masuk/pindah ke asrama YAPI ini, saya telah tinggal sekitar kurang lebih selama
3 tahun di asrama Daarul Qur’an Fatahillah Jakarta Pusat. Banyak kenangan?
Tentu saja, dimulai dari perdramaan awal masuk asrama, susahnya beradaptasi di
lingkungan yang baru, ya tentu saja semua orang pasti akan meglami ha ini
mungkin bedanya tergantung bagaimana orang tersebut menanganinya. Saya sendiri
sebenernya sudah terbiasa tinggal sendiri, karena sebelumnya juga pernah mondok
pas aliyah selama 3 tahun di Ponpes YAFATA Kalijati, Subang. Tapi entah kenapa
pas masuk asrama itu benar-benar susah beradaptasi, mungkin saya yang notabenenya
dari kampung terus pindah ke kota jadi agak kaget sama lingkungannya, belum
lagi ketemu teman-teman dari berbagai daerah dengan beragam budaya dan
sifatnya.
Tahun 2017
memasuki semester baru dunia perkuliahan dan segala macam kegiatan dan
organisasi. Dipikir-pikir capek juga sebenarnya, tugas kuliah yang setiap
dosennya pasti ada aja, tugas asrama, belum lagi memasuki semester 5 yang mulai
terjun di organisasi internal kampus berbarengan dengan pemilihan pengurus
asrama baru yang kandidat dan calon anggotanya tentu saja angkatan saya. Namun,
dibalik semua lelah itu tentunya banyak hikmah dan pelajaran yang dapat
diambil, baik itu dari organisasi maupun kehidupan asrama dan kampus itu
sendiri. Dan hari-hari pun berlalu begitu cepat, di tahun 2019 ini
agak sedikit lebih berat dari tahun-tahun kemarin, bagaimana tidak?.
Saya dan teman-teman yang lainnya juga bingung
atas apa yang sebenarnya tengah terjadi saat itu, semuanya berubah setelah kepergian Almarhum Bapak A.M Fatwa.
Di mulai dari munculnya peraturan baru dan larangan-larangan yang menurut kami
warga asrama terlalu memberatkan, belum lagi hak-hak kami yang hilang sebagai
warga asrama dan merasa tidak adil, keadaan semakin rumit ketika pihak yayasan
memerintahkan warga asrama putra meninggalkan arama ini karena dianggap
memperkeruh keadaan. Hari-hari kami menjadi suram dan kegiatan asrama yang kian
tidak jelas, beruntungnya kami warga putri masih diizinkan untuk tinggal di
asrama walaupun memang tidak seperti dulu lagi.
Belum
selesai sampai disitu, pada bulan agustus terjadi kebakaran di asrama kami, asalnya
memang bukan dari asrama melainkan dari aliran listrik rumah warga sekitar,
akibatnya gedung yayasan asrama kami hangus terbakar. Singkat cerita kami pun
dipindahkan ke gedung sebelah bekas asrama putra, karena melihat situasi dan
kondisi yang emang sudah tidak karuan dengan berat hati kami masih bertahan di
asrama itu, sampai pada akhirnya ada kabar dari rektor kampus kami bahwa kampus
akan dipindahkan berikut dengan asrama juga, saya dan teman-teman hanya
berharap keadaan bisa lebih baik dari sebelumnya.
Pada bulan maret
2020 lalu, saya mulai masuk/pindah ke asrama YAPI Rawamangun, Jakarta Timur.
Setelah masuk asrama YAPI
Setelah
proses perpindahan dan saya mulai menempati asrama baru, tempatnya memang tidak
seluas asrama kami yang dulu, tapi saya dan teman-teman sangat berterimakasih
dan bersyukur setidaknya kami bisa diterima di keluarga baru kami ini.
Asrama
YAPI ini memiliki 3 asrama putra yang letaknya berbeda-beda, Asrama Sunan
Gunung Jati (ASGJ) di Matraman, Asrama Sunan Giri (ASG) di Rawamangun, Asrama
Walisongo (AWS) di Depok dan tambah Asrama Putri di jl. Balai pustaka no. 14
rawamangun. Kami pindah asrama ketiga kalinya, namun ini hanya pindah tempat
saja alhamdulillah yayasannya masih sama. Asrama baru kami ini lebih luas dari
sebelumnya, jadi kegiatan asramapun semakin lebih baik dan terstruktur dengan
fasilitas yang lebih memadai. Bahkan sekarang asrama putri sudah bisa menerima
warga asrama baru.
Kegiatan
asrama mulai berjalan lancar, begitu juga perkuliahan walaupun belum bisa
sepenuhnya offline dikarenakan kebijakan pemerintah dan sistem kampusnya
sendiri.
Rencana kedepan
setelah lulus dari asrama YAPI
Berhubung
saya sudah mahasiswi tingkat akhir dan insyaallah sebentar lagi lulus, tentunya
cepat atau lambat pasti akan meninggalkan asrama Yapi ini. Saya harap asrama
Yapi bisa berkembang lebih pesat guna untuk mengkader dan manghasilkan
generasi-generasi bangsa yang berakhlakul karimah dan bercita-cita tinggi untuk
memajukan umat. Dan saya pribadi semoga ilmu yang saya dapat bisa bermanfaat
bagi saya dan orang-orang disekitar saya.
Tentang Penulis
Nama :
Azrina Nurul Hidayati
TTL :
Subang, 29 Maret 2000
Alamat :
kp. Bkn. Bece rt/rw. 022/008 ds. Sawangan kec. Cipeundeuy kab. Subang
Status :
Mahasiswa
Riwayat Pendidikan : - SDN Pelita Karya 1 2005/2010
-
Mts Hubbul Wathon 2011/2013
-
Ma YAFATA 2014/2016
-
Sekarang sedang menempuh jenjang S1 Perbankan Syariah di
Sekolah Tinggi Perbankan Islam Mr. Sjafruddin Prawiranegara