Suatu waktu saya ditanya sepupu, amalan apa yang dibaca bapakmu karena Kyai yang dituakan di Batu Ampar Pamekasan sampai menjemput di depan rumah bersama istrinya saat akan menemui beliau. Padahal di dalam rumah sedang banyak tamu. Pulangnya dibawakan oleh-oleh lagi.
Saya jawab tidak
tahu. Hanya yang saya tahu bahwa bapak jarang tidur di kasur. Tidurnya
menyandar ke tembok beralaskan sajadah dan menghadap Qiblat. Hingga akhir hayat
beliau, saya tak pernah tanya amalan-amalan apa saja yang beliau baca. Tahunya
rutin mengaji dan kalau bulan Ramadhan khatam sampai 10 kali.
Tahun 2016, bapak kena tipu undian berhadiah melalui telepon rumah. Saat mau transfer pihak bank sudah mengingatkan tapi bapak memaksa terus. Pihak bank mengingatkan karena bapak sudah lama jadi nasabah sehingga para pegawai bank pada kenal. Di transferlah 10 juta. Saat pulang ke rumah, ibu tahu akan hal ini. Lalu telepon saya. Bapak balik lagi ke bank. Katanya mau transfer lagi 4 juta tapi tidak bisa karena pihak bank sudah saya telepon duluan.
Saat bapak pulang ke
rumah, saya telepon bapak, dan
menjelaskan bahwa itu penipuan. Apa jawab bapak?, itu berarti bukan
rejekinya. Nanti akan diganti dengan yang lebih besar ucapnya. Saya akui soal
kesabaran bapak yang luar biasa. Ini bertolak-belakang dengan saya yang mudah
marah. Marahnyapun langsung bak bik buk tanpa ada ucapan pendahuluan. Akibat
kurang pandai mengendalikan rasa marah ini, banyak rencana-rencana saya yang
harus melalui jalang panjang dan berliku bahkan terkadang buntu.
Tahun 2017, bapak
membangun rumah masa kecilnya di Sumenep ukuran 12 m x 25 m. Habis hampir 1 M.
Itupun batu-batu buat pondasi tinggal ambil saja dari sungai dekat rumah. Saya heran soal uang
sebanyak itu. Darimana beliau dapatkan yang hanya Pensiunan Guru golongan IV C.
Anak-anaknya juga tak ada yang membantu sepeserpun. Itulah keajaiban rejeki.
Bapak meninggal di
rumah itu pada 25 Ramadhan 2020. Bapak mengungsi dari Pamekasan ke rumah masa
kecilnya di Sumenep karena ada tetangga yang kena Covid 19. Paginya masih
bercanda dengan tetangga, siangnya tidak sadarkan diri selama 3 hari. Perawat
dan Dokter didatangkan ke rumah yang di Sumenep. Malam Senin habis shalat
Tarawih beliau meninggal yang sebelumnya selalu ditalqin secara bergantian.
Inti dari tulisan
yang panjang ini, bertirakat dan bersabarlah. Insyâ Allâh apa yang diinginkan
akan tercapai. Penuturan ini seperti tak masuk
akal. Namun ini fakta dan nyata. Dan saya yakin ada beberapa orang yang semacam
bapak saya ini.
Penuturan
Paklung teman saya di WA grup dakwah silaturahmi.
Paklung, mohon ijin kisah bagusnya saya copas ke tulisan di blog saya.
BalasHapusا ن الله مع ا لصا بر ين
BalasHapusSungguh, penuh inspirasi
BalasHapus