Minggu, 19 September 2021

PENDIDIKAN ITU UNTUK APA ?

 


PENDIDIKAN ITU UNTUK APA ?

Pendidikan itu untuk apa ? lebih dari 100 tahun yang lalu, pertanyaan tersebut diajukan Tan Malaka. Tokoh nasional yang tercatat sebagai penentang penjajah dan namanya terkenal sebagai tokoh perlawanan. Dia melihat kenyataan dimana tersedia pendidikan, tapi tidak mampu menjawab persoalan yang dihadapi rakyat kecil ataub wong cilik di era kolonial. Pendidikan dibangun bagus-bagus namun hanya untuk melayani dan mengekalkan kolonialisme tidak untuk kepentigan rakyat pribumi.

Pertanyaan Tan Malaka itu tetap actual hingg hari ini. Kita melihat berjamurnya aneka ragam institusi pendidikan, dimana mana tapi sebagian besar rakyat belum bisa menjawab persoalan hidupnya. Mereka masih tetap miskin, sulit  mengakses fasilitas hidup, dan senantiasa tercekam dalam sergapan kemiskinan dan pengangguran. Anak-anak yang dilahirkan dari keluarga miskin, akan mewarisi kemiskinan orang tuanya.

Hakikat pendidikan ialah menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar kehidupan. Memecahkan persoalan kehidupan dan melepaskannya dari cengkaraman persoalan.  Menjamurnya pendikan mewah  dari TK hingga Perguruan Tinggi, tapi siswa tidak bisa lepas dari kemiskinan dan pengangguran, berarti itu bukanlah pendidikan, tapi sosialisasi. Sosialisasi atas bangunan sosial ekonomi politik yang tengah berkuasa. Itulah relitas dari suatu sosialisasi suprastruktur yang diwujudkan dalam institusi pendidikan..

Berbagai metoda telah diterapkan dalam sistem pendidikan  di negara Indonesia, mulai yang dikenal dengan sistem CBSA hingga sekarang sedang menerapkan sistem kurikulum 2013 (Kurtilas) dengan sajian gado-gado dalam satu tema. Sempat juga muncul KTSP, lalu balik lagi ke Kurtilas. Tapi omong kosong semua semua kurikulum tersebut.  Anak-anak miskin tidak ada kepastian bisa lepas dari kemiskinannya setelah menjalani 6 tahun masa sekolah. Jangankan 6 tahun masa sekolah 12 tahun masa sekolah  dari SD  hingg Perguruan Tinggi  anak-anak dari keluarga miskin selalu mangkrak dan macet terjebak dalam kemiskinan. Sedangkan si kaya, tanpa perlu sekolah, dapat mewariskan kekayaannya dari generasi ke generasi.

 

Apa penyebab terjadi hal demikian ?

Pertama, pendidikan hanya sekedar sosialisasi. Bukan menjawab persoalan hidup. Persoalan hidup rakyat kecil adalah lepas dari kemiskinan, Pendidikan malah memberi hapalan dan rumus ini itu yang tidak ada kaitannya dengan pergumulan hidup si murid. Ibaratnya murid butuh ganjal perut dengan nasi sekarang, malah disuruh hapal teks sila keempat yang panjang itu. Ganjal dulu petutnya, baru kasih hapalan. Jadi, yang mendesak adalah urusan mengganjal perut bagi si anak. Begitulah harusnya Pendidikan, ia  mampu memecahkan persoalan mendesak dan riil bagi si murid.

Kedua, pendidikan hanya mengekalkan susunan sosial ekonomi politik yang sudah mapan. Tidak meruntuhkan atau membukanya. Akibatnya, staffing terhadap struktur itu, lagi-lagi bersifat ekslusif dan ketat. Akses dibatasai sehingga rakyat kecil yang tidak sannggup bayar tidak akan sanggup mengaksesnya.

Sekarang, perlu ada prakarsa untuk membuat pendidikan berangkat dari pertanyaan: untuk apa pendidikan itu diberikan? Diberikan untuk siapa? Apa saja yang diberikan dalam pendidikan itu? Dididik dan dilatih berapa lama untuk menjawab pertayaan-pertanyaan urgen/kehidupan itu? Dididik dan dilatih oleh siapa? Bagaiman kapasitas dan kapabilitas pendidiknya? Pendidikan diselenggarakan dimana? Apa saja fasilitas dan alat yang urgen dibutuhkan untuk keperluan pendidikan itu? Semakin cepat semakin baik. Tak perlu puluhan tahun masa terenggut oleh pendidikan. Sebab pendidikan juga berlangsung dalam masyarakat.

Yang urgen dalam pendidikan saat ini bagaimana supaya murid yang miskin dapat lepas dari kemiskinannya. Yang bodoh lepas dari kebodohannya. Yang jahat lepas dari kejahatannya. Yang lemah lepas dari kelemahannya. Yang kurang motivasi atau malas, lepas dari kemalasannya. Yang cemas masa depan hidupnya, lepas dari kecemasannya.

Itulah di antara fungsi pendidikan yang seharusnya. Bukan melestarikan pengisapan dan penindasan manusia atas manusia, seperti yang masih berlangsung saat ini di Indonesia. Anggota DPR, sudah sepatutnya mampu menyerap  masukan ini dan dituangkan dalam UU atau Perda yang dapat mengatasi problem “endemik” pendidikan nasional saat ini.

2 komentar:

DI STASIUN PONDOK CHINA JODOHKU BERSATU

Popular posts