TOKOH
PENDIDIKAN KELAS DUNIA
Ir.
R. Ridwan Hasan Saputra, M.Si lahir di Bogor, 16 April
1975. Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA ini aktif mengajar siswa kelas
berbakat di Klinik Pendidikan MIPA, melatih guru di berbagai daerah maupun di
luar negeri dan menjadi pembuat soal serta juri pada kompetisi di dalam maupun
di luar negeri. Semua aktivitas dilakukan dengan sistem seikhlasnya.
Selain
menjadi pembina olimpiade matematika tingkat nasional dan internasional untuk
SD maupun SMP, Raden Ridwan juga menjadi pelatih berbagai tim olimpiade. Diantaranya:
1.
Pelatih tim International Mathematics and
Science Olympiad (IMSO) SD, 2003-2016;
2.
Pelatih tim Elementary Mathematics
International Contest (EMIC) (Thailand, India, Philipina,
3.
Indonesia, Hongkong, Korea Selatan, Cina),
2003 -2016;
4.
Pelatih tim Invitational World Youth
Mathematics Intercity Competition (IWYMIC), (Taiwan, Thailand, Afrika Selatan,
Korea Selatan, Indonesia, Bulgaria, Cina), 2005 – 2016; Pelatih tim Po Leung
Kuk (Hongkong), 2007 – 2016;
5.
Pelatih tim Wizards at Mathematics
International Competition (WIZMIC) Lucknow, India, 2007, 2009, 2011, 2014, dan
2016;
6.
Pelatih Asia Inter-Cities Teenagers
Mathematics Olimpiad, Philipina 2009, Nepal 2011, Indonesia 2013 dan Malaysia
2015;
7.
Pelatih tim Junior Balkan Mathematics
Olimpiad, Rumania 2010, Turki 2013, Rumania 2016;
8.
Pelatih tim South East Mathematics Olimpiad,
Taiwan 2010;
9.
Pelatih tim International Young
Mathematicians' Convention (IYMC) 2010, 2012, 2014 dan 2016 Lucknow – India;
10. Pelatih
tim International Mathematics Competition 'The Clock Tower School' 2011, 2014
Rumania;
11. Pelatih
tim Malaysia Primary School Mathematics Competition, Malaysia 2013.
Prestasi
Pak Raden Ridwan juga diapresiasi oleh Mentri Pendidikan Nasional Anis Baswedan
dengan meresmikan kampung Matematika tahun 2012, diapresiasi oleh Presiden RI Susilo
Bambang Yudoyono dengan pemberian penghargaan Satya Lencana Mahaputra tahun 2007,
dari dunia Press beliau mendapat penghargaan Republika Award tahun 2014.
Apa
yang dilakukan Ridwan memang tak wajar. Berawal dari rumah tipe 21 di Kompleks
Taman Pagelaran, Jalan Cempedak Raya, Ciomas, Bogor, Jawa Barat, Ridwan
memantapkan tekad mendidik anak-anak ajarnya go international.
Cita-citanya
pada 2003 ketika memulai Klinik Pendidikan MIPA (KPM) dengan metode seikhlasnya
memang terdengar muskil terwujud: menjadikan anak didiknya berprestasi hingga
ke level internasional. Apalagi, sistem biaya yang dikenakan dengan membayar
seikhlasnya. "Saya cuma bisa bermimpi. Mumpung mimpi masih gratis,"
kata pria kelahiran 16 April 1975 itu.
Sayangnya,
sesumbar itu tak langsung gayung bersambut. Alih-alih anak didiknya makin
semangat, sebagian besar justru tak lagi meneruskan belajar di klinik yang
didirikannya pada April 2001 tersebut. Hanya dua murid yang tersisa setelah
Ridwan menerapkan metode belajar tanpa patokan tarif itu.
Ridwan
tak patah arang. Bapak dua anak ini makin mendekatkan diri dengan Sang Maha
Berkehendak. Filosofi berpikir bahwa hidup memang untuk berbuat kebaikan dia
mantapkan. Perpaduan baik kepada sesama manusia dan menggiatkan ibadah kepada
Sang Khalik, bagi Ridwan, merupakan cara lain dari upayanya memperluas rezeki.
"Kalau
kapasitas kita tidak ditambah, rezeki sebanyak apa pun tidak akan tertampung,
rezeki itu justru meluber, tumpah. Nah, ibadah itu cara untuk meluaskan
kapasitas kita," kata Ridwan, yang juga salah satu pembina tim Olimpiade
Matematika Nasional ini.
Apa
yang membuat pria kelahiran Bogor, Jawa Barat, ini mengubah cara berpikir, dari
mengenakan tarif tinggi kepada anak didiknya menjadi membayar seikhlasnya? Itu
tak terlepas dari pengalaman spiritual ketika pada 2003 Ridwan terserang
penyakit yang mengharuskannya dirawat. Kesedihannya bertambah karena tak satu
pun dari anak didik Ridwan yang berempati dengan menjenguk, hal yang
menjadikannya penasaran. "Mungkin mereka berpikir, saya sudah bayar untuk
ikut belajar, buat apa menjenguk guru yang tak terkait dengan kegiatan belajar,"
kenang presiden direktur KPM ini.
Di
saat bersamaan, Ridwan sedang mengalami krisis kepercayaan diri. Sebagai guru
matematika dengan predikat terbaik nasional, dia justru dinyatakan tidak lulus
ujian matematika untuk penerimaan pegawai negeri sipil (PNS). Keimanannya pun
guncang. Dia menganggap Tuhan tak sayang padanya. "Saya sempat musuhan
sama Allah," katanya.
Dalam
keterpurukan itu, Ridwan mengevaluasi diri. Perenungan mendalam membawanya pada
jalan hidayah. Dia menyadari sikapnya yang menyalahkan Tuhan itu keliru.
Dibandingkan dengan nikmat yang Allah berikan padanya, sikapnya jelas tak
sepadan. "Mata saya bisa berkedip saja, ibadah saya 60 tahun enggak akan
bisa membalasnya. Saya merasa banyak utang kepada Tuhan dan saya ingin membalas
dengan cara bersyukur."
Sejak
saat itu, Ridwan menapaki jalan baru. Nuansa bersyukur dia aplikasikan dalam
pengabdian. Dia mengusung pendidikan matematika dengan sistem tarif
seikhlasnya. Awalnya dia mengaku kesal karena ada yang membayar dalam jumlah
kecil. Tetapi, lama kelamaan, sejalan dengan makin dipahaminya filosofi
seikhlasnya, Ridwan tak mempermasalahkan itu. "Mau untung atau mau rugi,
saya tak peduli. Saya serahkan semuanya pada Allah. Nanti Allah yang akan
mengganti," katanya.
Siswa
di KPM tak hanya melulu belajar ilmu sains semenjak itu. Ridwan menerapkan
metode berbeda dengan sistem sebelumnya. Ada syarat bagi siswa Muslim untuk
memulai proses belajar-mengajar dengan membaca doa terlebih dahulu. Ada pula
kartu shalat, PR akhlak, target hafalan Alquran, dan program melaksanakan
minimal satu dari tujuh sunah, yaitu tadabbur Alquran, shalat Tahajud, shalat
Dhuha, puasa Senin dan Kamis, menjaga wudhu, shalat berjamaah, dan bersedekah.
Bagaimana
dengan siswa non-Muslim? Di KPM ada sejumlah siswa yang memang non-Muslim.
Sebelum diterima menjadi siswa, Ridwan terlebih dahulu mengungkapkan syarat
tersebut kepada orang tua siswa. "Mereka menjawab tidak masalah mengikuti
persyaratan yang ada saja," kata Ridwan.
Hingga
akhirnya embrio mimpi itu mewujud pada medio 2007. Empat anak didiknya
mengikuti olimpiade matematika bertajuk Wizard at Mathematics International
Competition (Wizmic) di India. Dengan biaya sendiri, tanpa ada bantuan
pemerintah, empat anak SD didikan KPM bertarung. Hasilnya sungguh membanggakan.
Tiga medali emas, satu perak, dan satu perunggu berhasil mereka gondol.
Kisah
keberhasilan siswa KPM itu pun menyebar dari mulut ke mulut. Makin banyak orang
tua yang menitipkan anak-anak mereka. Tak hanya dari Bogor, peserta les KPM
meluas hingga ada yang dari Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kini, KPM
bahkan membuka cabang di Surabaya, Solo, Semarang, Bekasi, dan Depok. Diah (35
tahun), warga Kemanggisan, Jakarta Barat, mengaku rutin setiap akhir pekan
mengantarkan anaknya, Ikhsan, untuk belajar di KPM Bogor. “Metode pengajarannya
bagus dan memang sudah terbukti. Selain itu juga murah, cukup bayar
seikhlasnya,” ujar karyawan swasta tersebut.
Raihan
medali olimpiade matematika tingkat SD di India itu menjadi bukti metode yang
digagas KPM bukanlah cara biasa. Sistem belajar di KPM ternyata mampu bersaing
dengan metodologi dari negara lain.
Lalu,
apa yang membedakan KPM dengan lembaga pendidikan serupa lainnya? Dua hal yang
hanya ada di KPM yakni sistem metode seikhlasnya (SMS) dan matematika nalaria realistik
(MNR). Sistem metode seikhlasnya membuat anak miskin tapi berprestasi bisa
tetap melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. "Makin banyak anak
yang ikut les seikhlasnya di berbagai kota, tentu makin baik. Dan saya ingin
menyebarkan ini," kata alumnus Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
tersebut.
Sedangkan,
melalui MNR, Ridwan mengajak anak didiknya memahami matematika dengan
menggunakan nalar, bukan hanya menghafal. Dalam metode pengajarannya, MNR
menyajikan soal-soal yang terkait dengan keseharian. Guna memudahkan terekamnya
pelajaran dalam ingatan anak, guru harus membangun suasana dengan menggunakan
bahasa gerak tubuh.
Mengenai
MNR, tak hanya metode pengajaran yang diunggulkan. Guru juga memberi andil
penting. Sang pengajar, kata Ridwan, mesti memiliki kekuatan spiritual yang
lebih. Bagian dari membangun spiritual pengajar itu, setiap pagi pukul 07.30
semua guru memulai aktivitasnya dengan doa bersama. Dilanjutkan dengan shalat
Dhuha, mengaji bersama, dan ibadah lainnya. Seluruh prosesi ibadah ini
membutuhkan waktu sekitar satu jam.
"Seorang
guru harus lebar 'wadahnya'," kata Ridwan. Wadah di sini mengacu pada
kekuatan spiritual agar Allah mempermudah anak didik menerima bahan ajar. Sang
guru juga mesti memiliki wadah ilmu yang luas dengan cara mendekat kepada Yang
Maha Ilmu.
Ridwan
menanamkan kepada para tenaga pengajar untuk tidak mencari uang. Motivasi
menjadi guru di KPM adalah mencari pahala dengan bayaran masuk surga. Biasanya,
tenaga pengajar yang tak sevisi, akan mundur teratur. "Saya enggak mikir
bayaran dari manusia, tapi bayaran dari Allah saja," katanya.
KPM
juga membuat seleksi berjenjang bagi siswa. Murid yang diproyeksikan mengikuti
olimpiade tingkat internasional tak hanya berprestasi secara akademik. Mereka
juga mesti unggul secara spiritual. Siswa terpilih olimpiade akan dicek hafalan
Alqurannya dan ibadah lainnya. Selain untuk membentuk siswa menjuarai lomba
internasional, tapi juga diharapkan menjadi anak yang berperilaku mulia.
"Sehingga, semakin banyak anak yang cerdas dan saleh yang akan mengubah
bangsa ini," kata Ridwan.
Kesalehan
sang anak dia harapkan bisa merembet kepada orang tua mereka. Apalagi, jika
sistem metode seikhlasnya ini menyebar ke berbagai daerah. Mimpi Ridwan adalah
menjadikan KPM ada di setiap RW.
Siswanya
pun tak hanya belajar matematika. Saat ini, Ridwan sedang merintis pendidikan
bahasa Inggris dan taekwondo dengan metode seikhlasnya. Berikutnya les bahasa
Arab, pun dengan metode seikhlasnya.
Di
ruko tempatnya mengajar saat ini, Ridwan membuka Toko Jarang Untung. Di sini,
orang bebas menitipkan barang sesukanya dengan harga yang mereka tetapkan
sendiri. Pihak KPM tak mengambil untung dari penitipan barang ini kecuali
diberi seikhlasnya. Dia hanya memberi syarat bagi yang menitipkan barang agar
rajin shalat dan mengaji serta anaknya harus les di KPM.
Satu
lagi yang sedang dirintis Ridwan adalah Pinjam-Simpan Bangkrut. Tujuannya
memberi pinjaman kepada usaha kecil menengah, tapi tidak dikenakan bunga. Ada
lagi Kafe Basi, dengan bayar seikhlasnya. "Ini satu paket yang kita
harapkan bisa memperbaiki umat di kota-kota. Orang kan mau ya kalau bayar
seikhlasnya, tapi harus juga mau dong kalau diminta shalat dan mengaji,"
katanya.
Dalam
gagasan Ridwan, prinsip seikhlasnya ini bisa menjadi jalan untuk menciptakan
perubahan besar di Indonesia. “Bayangkan, ketika prinsip seikhlasnya menyebar
luas, akan semakin banyak anak Indonesia yang cerdas sekaligus berakhlak mulia.
Kalau semua ini berjalan, dampaknya akan besar," ujar Ridwan antusias.
Kiprah
Ridwan dengan keropak seikhlasnya bergaung tak hanya di dalam negeri. Di luar
negeri, Ridwan kerap diudang sebagai pelatih matematika ataupun juri kompetisi.
Sebagai bentuk apresiasi, Satya Lencana Wira Karya langsung diserahkan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada 2007.
Harapan
terakhir Ridwan, KPM yang dia dirikan bersama para staf menjadi ladang amal
jariyah yang terus mengalir. "Sepeninggal saya, KPM tidak saya wariskan ke
istri atau anak-anak saya, tapi buat umat," kata Ridwan, yang masih rela
tinggal bersama orang tua setelah berpindah-pindah tempat kosan.
Keajaiban Keropak Seikhlasnya
"Saya
enggak pakai cash flow. Kalau saya bisnis bener, saya sudah ribut dengan bagian
keuangan kali," kata Ridwan Hasan Saputra, presiden direktur Klinik
Pendidikan MIPA (KPM), berkelakar.
Dari
mengajar sendiri pada 2003, Ridwan Hasan Saputra (39 tahun) kini dibantu 25
staf dan lebih dari seratus pengajar. Berapa biaya yang mesti KPM keluarkan
untuk menggaji mereka? Ridwan mengaku tak tahu persis angkanya. Namun,
seratusan juta rupiah per bulan sudah pasti.
Dari
mana Ridwan mendapatkan dana operasional itu? Lagi-lagi, Ridwan tak bisa
menjawab pasti. Yang Ridwan yakini, beribadah merupakan cara terbaik
mendatangkan rezeki. Dalam pandangan Presiden Direktur KPM ini, tugas manusia
adalah memperbanyak ibadah, bukan mencari uang.
Agar
rezeki bertambah besar, maka 'wadah' penampung rezeki itu pun harus besar
supaya bisa menampung tambahan rezeki. Untuk memperbesar 'wadah' itu, harus
mendekat dengan memperbanyak ibadah. Dengan bekerja dan beribadah, rezeki itu
akan tumpah dengan sendirinya. "Semakin besar wadahnya, semakin besar saya
bisa menampung rezeki," kata Ridwan.
Namun,
Ridwan menolak anggapan dirinya bekerja. Dia lebih suka mengistilahkan apa yang
dilakukannya melalui KPM itu sebagai bentuk rasa terima kasihnya kepada Allah
karena telah dikaruniai ilmu matematika. Dengan bersyukur, Allah akan tambah
nikmat-Nya. "Soal uang, asli saya enggak mikir," katanya.
Lagipula,
dalam pandangan Ridwan, orang yang kaya bukanlah yang banyak hartanya. Ridwan
pun berfilosofi, orang akan lebih percaya menitipkan sesuatu kepada orang yang
tidak menyukai sesuatu itu supaya barang itu aman. "Begitupun rezeki,
Tuhan akan menitipkannya kepada mereka yang tidak menyukai harta,” kata pria
kelahiran Bogor ini. Baginya, ada saja cara Tuhan memberi rezeki, yang membuat
lembaga binaannya terus berkembang hingga menginjak tahun kesepuluh.
Terkadang,
Ridwan terpaksa berutang, seperti dua ruko yang kini dia sewa, masih berstatus
utang Rp 2 miliar. Dia mengaku belum tahu akan melunasinya dengan cara apa.
"Saya sudah enggak pakai otak memikirkan uang. Kalau pakai otak, saya
sudah selesai dari dulu. Saya berdoa saja pada Tuhan, 'Tuhan, saya berbuat
untuk menegakkan kalimat-Mu, masak engkau hinakan aku'," begitu Ridwan
berdoa.
Rumah
tipe 21 yang dia punya di Jalan Cempedak Raya, Kompleks Taman Pagelaran,
Ciomas, Bogor, kini sudah menjadi salah satu tempat belajar-mengajar. Ada
rezeki tambahan, dia beli rumah tipe yang sama di sebelahnya. Jadilah dua rumah
itu kini menjadi kantor. Ridwan pun rela bersama keluarganya menjadi kontraktor
alias berpindah-pindah tempat kontrakan.
Hingga
KPM punya cabang di Surabaya, Solo, Semarang, Depok, dan Tangerang, Ridwan
mengaku gampang-gampang susah menemukan mitra yang sevisi. Apalagi, cabang KPM
itu bukanlah franchise atau kantor cabang yang wajib setor ke KPM pusat
di Bogor. Dia hanya melatih gurunya, membuka cabang, lalu silakan membiayai
sendiri. Kalau butuh bantuan, dia siap membantu.
Namun,
cabang-cabang itu tidak ada kewajiban membayar apa pun ke KPM pusat di Bogor.
Yang ada, mereka hanya pesan buku silabus ajar. "Saya harus mencari orang
dengan frekuensi yang sama. Bisnis ini kita kerjanya dengan Allah, ya sudah,
Allah yang memberi kita. Tapi, tidak semua orang memahami itu," katanya.
Belum
lagi jika KPM menggelar lomba di kalangan internal. Semuanya didanai melalui
uang yang setiap dua pekan dibuka dari keropak, istilah kantong kencleng dalam
bahasa Sunda. Dana dari seluruh keropak yang ada diakumulasi dalam sebulan.
Kendati
hanya meminta imbal jasa seikhlasnya, manajemen keuangan tetap berjalan profesional.
Para staf dan pengajar mendapatkan gaji yang mengacu pada upah minimum kota
(UMK). Salah satu orang tua siswa yang tinggal di Depok, Jawa Barat, mengaku
membayar biaya les anaknya ke keropak sekali dalam sebulan. Besarannya mengacu
pada biaya les di bimbingan lain.
Aktivitas
harian Mengajar siswa berbakat di Klinik
Pendidikan MIPA, melatih guru di berbagai daerah dan di luar negeri, pembuat
soal dan juri pada kompetisi di dalam dan luar negeri. Semua aktivitas ini
dilakukan dengan sistem seikhlasnya. Pembina olimpiade matematika tingkat nasional
dan internasional untuk SD dan SMP.
Penghargaan
Satya Lencana Wira Karya dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2007.
Namun demikian, Pak Raden Ridwan lebih suka penghargaan dari Allah SWT kelak di
alam akhirat. Terima Kasih.
Membaca tokoh Hebat macam pak Raden Ridwan bikin kita semangat untuk belajar dan berbagi.
BalasHapusMenambah wawasan
BalasHapusSemoga makin termotivasi ...
BalasHapus