Selasa, 23 November 2021

MENGENAL KIPRAH RADEN RIDWAN HASAN SAPUTRA DI DUNIA PENDIDIKAN & OLIMPIADE MATEMATIKA

 



TOKOH PENDIDIKAN KELAS DUNIA

Ir. R. Ridwan Hasan Saputra, M.Si lahir di Bogor, 16 April 1975. Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA ini aktif mengajar siswa kelas berbakat di Klinik Pendidikan MIPA, melatih guru di berbagai daerah maupun di luar negeri dan menjadi pembuat soal serta juri pada kompetisi di dalam maupun di luar negeri. Semua aktivitas dilakukan dengan sistem seikhlasnya.

Selain menjadi pembina olimpiade matematika tingkat nasional dan internasional untuk SD maupun SMP, Raden Ridwan juga menjadi pelatih berbagai tim olimpiade. Diantaranya:

1.     Pelatih tim International Mathematics and Science Olympiad (IMSO) SD, 2003-2016;

2.     Pelatih tim Elementary Mathematics International Contest (EMIC) (Thailand, India, Philipina,

3.     Indonesia, Hongkong, Korea Selatan, Cina), 2003 -2016;

4.     Pelatih tim Invitational World Youth Mathematics Intercity Competition (IWYMIC), (Taiwan, Thailand, Afrika Selatan, Korea Selatan, Indonesia, Bulgaria, Cina), 2005 – 2016; Pelatih tim Po Leung Kuk (Hongkong), 2007 – 2016;

5.     Pelatih tim Wizards at Mathematics International Competition (WIZMIC) Lucknow, India, 2007, 2009, 2011, 2014, dan 2016;

6.     Pelatih Asia Inter-Cities Teenagers Mathematics Olimpiad, Philipina 2009, Nepal 2011, Indonesia 2013 dan Malaysia 2015;

7.     Pelatih tim Junior Balkan Mathematics Olimpiad, Rumania 2010, Turki 2013, Rumania 2016;

8.     Pelatih tim South East Mathematics Olimpiad, Taiwan 2010;

9.     Pelatih tim International Young Mathematicians' Convention (IYMC) 2010, 2012, 2014 dan 2016 Lucknow – India;

10. Pelatih tim International Mathematics Competition 'The Clock Tower School' 2011, 2014 Rumania;

11. Pelatih tim Malaysia Primary School Mathematics Competition, Malaysia 2013.

Prestasi Pak Raden Ridwan juga diapresiasi oleh Mentri Pendidikan Nasional Anis Baswedan dengan meresmikan kampung Matematika tahun 2012, diapresiasi oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono dengan pemberian penghargaan Satya Lencana Mahaputra tahun 2007, dari dunia Press beliau mendapat penghargaan Republika Award tahun 2014.

Apa yang dilakukan Ridwan memang tak wajar. Berawal dari rumah tipe 21 di Kompleks Taman Pagelaran, Jalan Cempedak Raya, Ciomas, Bogor, Jawa Barat, Ridwan memantapkan tekad mendidik anak-anak ajarnya go international.

Cita-citanya pada 2003 ketika memulai Klinik Pendidikan MIPA (KPM) dengan metode seikhlasnya memang terdengar muskil terwujud: menjadikan anak didiknya berprestasi hingga ke level internasional. Apalagi, sistem biaya yang dikenakan dengan membayar seikhlasnya. "Saya cuma bisa bermimpi. Mumpung mimpi masih gratis," kata pria kelahiran 16 April 1975 itu.

 



Sayangnya, sesumbar itu tak langsung gayung bersambut. Alih-alih anak didiknya makin semangat, sebagian besar justru tak lagi meneruskan belajar di klinik yang didirikannya pada April 2001 tersebut. Hanya dua murid yang tersisa setelah Ridwan menerapkan metode belajar tanpa patokan tarif itu.

Ridwan tak patah arang. Bapak dua anak ini makin mendekatkan diri dengan Sang Maha Berkehendak. Filosofi berpikir bahwa hidup memang untuk berbuat kebaikan dia mantapkan. Perpaduan baik kepada sesama manusia dan menggiatkan ibadah kepada Sang Khalik, bagi Ridwan, merupakan cara lain dari upayanya memperluas rezeki.

"Kalau kapasitas kita tidak ditambah, rezeki sebanyak apa pun tidak akan tertampung, rezeki itu justru meluber, tumpah. Nah, ibadah itu cara untuk meluaskan kapasitas kita," kata Ridwan, yang juga salah satu pembina tim Olimpiade Matematika Nasional ini.

Apa yang membuat pria kelahiran Bogor, Jawa Barat, ini mengubah cara berpikir, dari mengenakan tarif tinggi kepada anak didiknya menjadi membayar seikhlasnya? Itu tak terlepas dari pengalaman spiritual ketika pada 2003 Ridwan terserang penyakit yang mengharuskannya dirawat. Kesedihannya bertambah karena tak satu pun dari anak didik Ridwan yang berempati dengan menjenguk, hal yang menjadikannya penasaran. "Mungkin mereka berpikir, saya sudah bayar untuk ikut belajar, buat apa menjenguk guru yang tak terkait dengan kegiatan belajar," kenang presiden direktur KPM ini.

Di saat bersamaan, Ridwan sedang mengalami krisis kepercayaan diri. Sebagai guru matematika dengan predikat terbaik nasional, dia justru dinyatakan tidak lulus ujian matematika untuk penerimaan pegawai negeri sipil (PNS). Keimanannya pun guncang. Dia menganggap Tuhan tak sayang padanya. "Saya sempat musuhan sama Allah," katanya.

Dalam keterpurukan itu, Ridwan mengevaluasi diri. Perenungan mendalam membawanya pada jalan hidayah. Dia menyadari sikapnya yang menyalahkan Tuhan itu keliru. Dibandingkan dengan nikmat yang Allah berikan padanya, sikapnya jelas tak sepadan. "Mata saya bisa berkedip saja, ibadah saya 60 tahun enggak akan bisa membalasnya. Saya merasa banyak utang kepada Tuhan dan saya ingin membalas dengan cara bersyukur."

Sejak saat itu, Ridwan menapaki jalan baru. Nuansa bersyukur dia aplikasikan dalam pengabdian. Dia mengusung pendidikan matematika dengan sistem tarif seikhlasnya. Awalnya dia mengaku kesal karena ada yang membayar dalam jumlah kecil. Tetapi, lama kelamaan, sejalan dengan makin dipahaminya filosofi seikhlasnya, Ridwan tak mempermasalahkan itu. "Mau untung atau mau rugi, saya tak peduli. Saya serahkan semuanya pada Allah. Nanti Allah yang akan mengganti," katanya.

Siswa di KPM tak hanya melulu belajar ilmu sains semenjak itu. Ridwan menerapkan metode berbeda dengan sistem sebelumnya. Ada syarat bagi siswa Muslim untuk memulai proses belajar-mengajar dengan membaca doa terlebih dahulu. Ada pula kartu shalat, PR akhlak, target hafalan Alquran, dan program melaksanakan minimal satu dari tujuh sunah, yaitu tadabbur Alquran, shalat Tahajud, shalat Dhuha, puasa Senin dan Kamis, menjaga wudhu, shalat berjamaah, dan bersedekah.




Bagaimana dengan siswa non-Muslim? Di KPM ada sejumlah siswa yang memang non-Muslim. Sebelum diterima menjadi siswa, Ridwan terlebih dahulu mengungkapkan syarat tersebut kepada orang tua siswa. "Mereka menjawab tidak masalah mengikuti persyaratan yang ada saja," kata Ridwan.

Hingga akhirnya embrio mimpi itu mewujud pada medio 2007. Empat anak didiknya mengikuti olimpiade matematika bertajuk Wizard at Mathematics International Competition (Wizmic) di India. Dengan biaya sendiri, tanpa ada bantuan pemerintah, empat anak SD didikan KPM bertarung. Hasilnya sungguh membanggakan. Tiga medali emas, satu perak, dan satu perunggu berhasil mereka gondol.

Kisah keberhasilan siswa KPM itu pun menyebar dari mulut ke mulut. Makin banyak orang tua yang menitipkan anak-anak mereka. Tak hanya dari Bogor, peserta les KPM meluas hingga ada yang dari Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kini, KPM bahkan membuka cabang di Surabaya, Solo, Semarang, Bekasi, dan Depok. Diah (35 tahun), warga Kemanggisan, Jakarta Barat, mengaku rutin setiap akhir pekan mengantarkan anaknya, Ikhsan, untuk belajar di KPM Bogor. “Metode pengajarannya bagus dan memang sudah terbukti. Selain itu juga murah, cukup bayar seikhlasnya,” ujar karyawan swasta tersebut.

Raihan medali olimpiade matematika tingkat SD di India itu menjadi bukti metode yang digagas KPM bukanlah cara biasa. Sistem belajar di KPM ternyata mampu bersaing dengan metodologi dari negara lain. 



Lalu, apa yang membedakan KPM dengan lembaga pendidikan serupa lainnya? Dua hal yang hanya ada di KPM yakni sistem metode seikhlasnya (SMS) dan matematika nalaria realistik (MNR). Sistem metode seikhlasnya membuat anak miskin tapi berprestasi bisa tetap melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. "Makin banyak anak yang ikut les seikhlasnya di berbagai kota, tentu makin baik. Dan saya ingin menyebarkan ini," kata alumnus Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor tersebut.

Sedangkan, melalui MNR, Ridwan mengajak anak didiknya memahami matematika dengan menggunakan nalar, bukan hanya menghafal. Dalam metode pengajarannya, MNR menyajikan soal-soal yang terkait dengan keseharian. Guna memudahkan terekamnya pelajaran dalam ingatan anak, guru harus membangun suasana dengan menggunakan bahasa gerak tubuh.

Mengenai MNR, tak hanya metode pengajaran yang diunggulkan. Guru juga memberi andil penting. Sang pengajar, kata Ridwan, mesti memiliki kekuatan spiritual yang lebih. Bagian dari membangun spiritual pengajar itu, setiap pagi pukul 07.30 semua guru memulai aktivitasnya dengan doa bersama. Dilanjutkan dengan shalat Dhuha, mengaji bersama, dan ibadah lainnya. Seluruh prosesi ibadah ini membutuhkan waktu sekitar satu jam.

"Seorang guru harus lebar 'wadahnya'," kata Ridwan. Wadah di sini mengacu pada kekuatan spiritual agar Allah mempermudah anak didik menerima bahan ajar. Sang guru juga mesti memiliki wadah ilmu yang luas dengan cara mendekat kepada Yang Maha Ilmu.

Ridwan menanamkan kepada para tenaga pengajar untuk tidak mencari uang. Motivasi menjadi guru di KPM adalah mencari pahala dengan bayaran masuk surga. Biasanya, tenaga pengajar yang tak sevisi, akan mundur teratur. "Saya enggak mikir bayaran dari manusia, tapi bayaran dari Allah saja," katanya.




KPM juga membuat seleksi berjenjang bagi siswa. Murid yang diproyeksikan mengikuti olimpiade tingkat internasional tak hanya berprestasi secara akademik. Mereka juga mesti unggul secara spiritual. Siswa terpilih olimpiade akan dicek hafalan Alqurannya dan ibadah lainnya. Selain untuk membentuk siswa menjuarai lomba internasional, tapi juga diharapkan menjadi anak yang berperilaku mulia. "Sehingga, semakin banyak anak yang cerdas dan saleh yang akan mengubah bangsa ini," kata Ridwan.

Kesalehan sang anak dia harapkan bisa merembet kepada orang tua mereka. Apalagi, jika sistem metode seikhlasnya ini menyebar ke berbagai daerah. Mimpi Ridwan adalah menjadikan KPM ada di setiap RW.

Siswanya pun tak hanya belajar matematika. Saat ini, Ridwan sedang merintis pendidikan bahasa Inggris dan taekwondo dengan metode seikhlasnya. Berikutnya les bahasa Arab, pun dengan metode seikhlasnya.

Di ruko tempatnya mengajar saat ini, Ridwan membuka Toko Jarang Untung. Di sini, orang bebas menitipkan barang sesukanya dengan harga yang mereka tetapkan sendiri. Pihak KPM tak mengambil untung dari penitipan barang ini kecuali diberi seikhlasnya. Dia hanya memberi syarat bagi yang menitipkan barang agar rajin shalat dan mengaji serta anaknya harus les di KPM.

Satu lagi yang sedang dirintis Ridwan adalah Pinjam-Simpan Bangkrut. Tujuannya memberi pinjaman kepada usaha kecil menengah, tapi tidak dikenakan bunga. Ada lagi Kafe Basi, dengan bayar seikhlasnya. "Ini satu paket yang kita harapkan bisa memperbaiki umat di kota-kota. Orang kan mau ya kalau bayar seikhlasnya, tapi harus juga mau dong kalau diminta shalat dan mengaji," katanya.

Dalam gagasan Ridwan, prinsip seikhlasnya ini bisa menjadi jalan untuk menciptakan perubahan besar di Indonesia. “Bayangkan, ketika prinsip seikhlasnya menyebar luas, akan semakin banyak anak Indonesia yang cerdas sekaligus berakhlak mulia. Kalau semua ini berjalan, dampaknya akan besar," ujar Ridwan antusias.

Kiprah Ridwan dengan keropak seikhlasnya bergaung tak hanya di dalam negeri. Di luar negeri, Ridwan kerap diudang sebagai pelatih matematika ataupun juri kompetisi. Sebagai bentuk apresiasi, Satya Lencana Wira Karya langsung diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2007.

Harapan terakhir Ridwan, KPM yang dia dirikan bersama para staf menjadi ladang amal jariyah yang terus mengalir. "Sepeninggal saya, KPM tidak saya wariskan ke istri atau anak-anak saya, tapi buat umat," kata Ridwan, yang masih rela tinggal bersama orang tua setelah berpindah-pindah tempat kosan.




Keajaiban Keropak Seikhlasnya

"Saya enggak pakai cash flow. Kalau saya bisnis bener, saya sudah ribut dengan bagian keuangan kali," kata Ridwan Hasan Saputra, presiden direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM), berkelakar.

Dari mengajar sendiri pada 2003, Ridwan Hasan Saputra (39 tahun) kini dibantu 25 staf dan lebih dari seratus pengajar. Berapa biaya yang mesti KPM keluarkan untuk menggaji mereka? Ridwan mengaku tak tahu persis angkanya. Namun, seratusan juta rupiah per bulan sudah pasti.

Dari mana Ridwan mendapatkan dana operasional itu? Lagi-lagi, Ridwan tak bisa menjawab pasti. Yang Ridwan yakini, beribadah merupakan cara terbaik mendatangkan rezeki. Dalam pandangan Presiden Direktur KPM ini, tugas manusia adalah memperbanyak ibadah, bukan mencari uang.

Agar rezeki bertambah besar, maka 'wadah' penampung rezeki itu pun harus besar supaya bisa menampung tambahan rezeki. Untuk memperbesar 'wadah' itu, harus mendekat dengan memperbanyak ibadah. Dengan bekerja dan beribadah, rezeki itu akan tumpah dengan sendirinya. "Semakin besar wadahnya, semakin besar saya bisa menampung rezeki," kata Ridwan.

Namun, Ridwan menolak anggapan dirinya bekerja. Dia lebih suka mengistilahkan apa yang dilakukannya melalui KPM itu sebagai bentuk rasa terima kasihnya kepada Allah karena telah dikaruniai ilmu matematika. Dengan bersyukur, Allah akan tambah nikmat-Nya. "Soal uang, asli saya enggak mikir," katanya.

Lagipula, dalam pandangan Ridwan, orang yang kaya bukanlah yang banyak hartanya. Ridwan pun berfilosofi, orang akan lebih percaya menitipkan sesuatu kepada orang yang tidak menyukai sesuatu itu supaya barang itu aman. "Begitupun rezeki, Tuhan akan menitipkannya kepada mereka yang tidak menyukai harta,” kata pria kelahiran Bogor ini. Baginya, ada saja cara Tuhan memberi rezeki, yang membuat lembaga binaannya terus berkembang hingga menginjak tahun kesepuluh.

Terkadang, Ridwan terpaksa berutang, seperti dua ruko yang kini dia sewa, masih berstatus utang Rp 2 miliar. Dia mengaku belum tahu akan melunasinya dengan cara apa. "Saya sudah enggak pakai otak memikirkan uang. Kalau pakai otak, saya sudah selesai dari dulu. Saya berdoa saja pada Tuhan, 'Tuhan, saya berbuat untuk menegakkan kalimat-Mu, masak engkau hinakan aku'," begitu Ridwan berdoa.

Rumah tipe 21 yang dia punya di Jalan Cempedak Raya, Kompleks Taman Pagelaran, Ciomas, Bogor, kini sudah menjadi salah satu tempat belajar-mengajar. Ada rezeki tambahan, dia beli rumah tipe yang sama di sebelahnya. Jadilah dua rumah itu kini menjadi kantor. Ridwan pun rela bersama keluarganya menjadi kontraktor alias berpindah-pindah tempat kontrakan.

Hingga KPM punya cabang di Surabaya, Solo, Semarang, Depok, dan Tangerang, Ridwan mengaku gampang-gampang susah menemukan mitra yang sevisi. Apalagi, cabang KPM itu bukanlah franchise atau kantor cabang yang wajib setor ke KPM pusat di Bogor. Dia hanya melatih gurunya, membuka cabang, lalu silakan membiayai sendiri. Kalau butuh bantuan, dia siap membantu.

Namun, cabang-cabang itu tidak ada kewajiban membayar apa pun ke KPM pusat di Bogor. Yang ada, mereka hanya pesan buku silabus ajar. "Saya harus mencari orang dengan frekuensi yang sama. Bisnis ini kita kerjanya dengan Allah, ya sudah, Allah yang memberi kita. Tapi, tidak semua orang memahami itu," katanya.

Belum lagi jika KPM menggelar lomba di kalangan internal. Semuanya didanai melalui uang yang setiap dua pekan dibuka dari keropak, istilah kantong kencleng dalam bahasa Sunda. Dana dari seluruh keropak yang ada diakumulasi dalam sebulan.

Kendati hanya meminta imbal jasa seikhlasnya, manajemen keuangan tetap berjalan profesional. Para staf dan pengajar mendapatkan gaji yang mengacu pada upah minimum kota (UMK). Salah satu orang tua siswa yang tinggal di Depok, Jawa Barat, mengaku membayar biaya les anaknya ke keropak sekali dalam sebulan. Besarannya mengacu pada biaya les di bimbingan lain.

Aktivitas harian  Mengajar siswa berbakat di Klinik Pendidikan MIPA, melatih guru di berbagai daerah dan di luar negeri, pembuat soal dan juri pada kompetisi di dalam dan luar negeri. Semua aktivitas ini dilakukan dengan sistem seikhlasnya.  Pembina olimpiade matematika tingkat nasional dan internasional untuk SD dan SMP.

Penghargaan Satya Lencana Wira Karya dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2007. Namun demikian, Pak Raden Ridwan lebih suka penghargaan dari Allah SWT kelak di alam akhirat.  Terima Kasih.

 

3 komentar:

DI STASIUN PONDOK CHINA JODOHKU BERSATU

Popular posts