Kamis, 05 Mei 2022

Jika Hati Telah Jatuh Cinta : Bu Widya MI Khadijah Malang

 Jika Hati Telah Jatuh Cinta

Oleh Widya Setianingsih,S.Ag

 



 

               “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan hati mereka dengan penuh kasih sayang,” (QS Maryam:96)

Suara tawa riang mengikuti langkah langkah kecil yang berlarian ke sana ke mari. Di teras kelas terdengar suara terikan ciat ciat, seolah-olah mengeluarkan jurus Naruto. Sesekali  ditimpali teriakan kesal karena tingkah usil teman yang dengan sengaja meletakkan seekor serangga mainan di meja kelas.  Itulah gambaran kecil suasana di kelas satu. Mungkin sebagian orang beranggapan susah ya menjadi guru kelas satu, harus sabar, harus telaten, harus ini dan itu. Aku pun hanya tersenyum. Itu lah yang kurasakan dulu 15 tahun yang lalu saat aku mengawali menjadi guru kelas satu.

Masih kuingat dengan jelas di saat aku pertama kali mendapatkan tugas menjadi wali kelas 1. Kupikir semudah aku mengajar di kelas-kelas jenjang lebih tinggi yang pernah aku ampu. Ternyata berbeda sekali. Kenyataannya mengajar di kelas 1 tidaklah semudah yang aku bayangkan. Minggu-minggu pertama, anak-anak di kelas 1 sukses membuat kepalaku vertigo. Ketika aku tengah menyampaikan materi, beberapa anak anjang sana. Mereka berjalan-jalan ke meja temannya. Sementara yang lain asyik bermain peralatan alat tulis mereka. Saat aku hampiri dan bertanya, “Nak coba perhatikan Bu guru” kataku.

Seorang anak menjawab, ”ada zombie ayoo tembak” Kata salah seorang anak sambil mengarahkan kotak pensilnya ke arahku dengan menyuarakan suara senapan. Dor..dor..dorr. Rupanya mereka menganggap aku adalah zombie yang akan memakan mereka. Duh gusti ucapku menahan geli.  Fokus pada kumpulan anak yang mengaku sebagai pemburu zombie, di deretan bangku yang lainnya kudengar suara anak menangis dengan kencang. Praktis kepalaku menoleh ke sumber suara. Kuhampiri segera, “Mengapa menangis nak,” ucapku setengah panik.

Siswa yang berbadan agak besar menjawab dengan jumawa, ”Aku yang pukul dia bu guru,” katanya sambil menudingkan jarinya kearah teman yang sedang menangis.

“Mengapa temannya dipukul sayang,” ucapku dengan gemas.

Dengan santainya dia menjawab, “Dia tidak mau meminjamkan penggarisnya kepada saya bu, ya sudah aku pukul saja biar kapok. Habis pelit sih,” jawabnya seolah tanpa dosa. Ya Allah ucapku sambil mengelus dada.

Dengan menangis aku sering sharing dengan guru yang kuanggap senior. Dari temanku aku memperoleh informasi yang cukup menenangkan hati. Satu testimoni yang aku garis bawahi. Menjadi guru itu tidak hanya sekedar transfer ilmu saja, tapi kita harus bisa menjadi seorang pendidik, orangtua, dan teman bagi mereka. Libatkan hati saat mengajar. Kalimat terakhir tersebut seolah menohok ulu hatiku. Ya memang benar aku tidak melibatkan hatiku saat mengajar mereka. Aku mengajar hanya dengan separuh hati. sekedar mendidik, mentransfer ilmu, dan mengajar hanya untuk menggugurkan kewajibanku saja.

               Berbekal pengalaman yang nano-nano seperti itu, akupun segera beradaptasi dengan cepat. Demi memantaskan diriku untuk menjadi guru kelas satu aku harus berubah.  Ku iikuti berbagai pelatihan guru, kelompok kerja guru, menimba ilmu  sana sini dari guru guru yang lebih senior. Mulai banyak membaca buku tentang trik untuk menjadi guru kelas satu.

               Dan kini tak terasa kulalui waktuku bersama siswa-siswiku kelas 1 selama 15 tahun. Suatu pencapaian yang membutuhkan perjuangan dan pembelajaran yang panjang. Kini ku bisa tersenyum dan balik bertanya “Mengajar kelas satu apa susahnya?”. Sabar, memang modal utama untuk menjadi guru, hanya untuk guru kelas 1 perlu ditambah lagi porsi sabarnya. Telaten, Itupun modal yang sama yang harus kita miliki saat bekerja dimanapun.

Lantas dimana susahnya menjadi guru kelas satu? . Menurutku satu modal dasar yang harus kita miliki untuk menjadi guru, lebih lebih guru kelas satu adalah mengajar dengan hati, dengan kasih sayang, with love.  Kita ambil sebuah ilustrasi, bagaimana seandainya kita hanya mengajar dengan tujuan transfer ilmu saja, tanpa melibatkan hati.

Jika kita mengajar  di  kelas 1, lalu ada anak yang menangis karena bukunya tertinggal di rumah. Tentu  perhatian kita akan  teralihkan pada anak yang menangis tersebut. Biasanya jika gurunya fokus pada satu anak yang menangis, di ujung kelas anak yang dominan mengganggu teman yang lebih kecil, mereka berkelahi. Ditambah lagi sebagian anak anak yang  berjalan-jalan atau  berlarian dikelas. Kondisi seperti itu cukup membuat tensi darah kita naik.   Ditambah lagi saat berbaris, pemandangan yang selalu terjadi adalah anak anak berselisih hanya untuk berebut posisi berbaris yang paling depan.  Karena mereka ingin digandeng gurunya. Lantas apakah kita harus jengkel menghadapi hal tersebut? Padahal mereka hanya ingin dekat dengan gurunya.

 Ataukah saat menghadapi  hal-hal kecil lainnya yang memicu mereka untuk berselisih. Seperti  tidak diajak bermain bersama, tidak bisa mengerjakan tugas dari guru, di ejek temannya, pensilnya hilang. Di kelas 1 hal-hal kecil semacam itu,  bisa menjadi dramatisasi yang besar. Nah, bagaimana menyikapinya?. Hal pertama yang perlu kita sadari adalah anak anak bukanlah orang dewasa dalam fisik yang kecil. Tetapi mereka memang benar anak anak, yang sangat berbeda dengan dunia orang dewasa. Dunia mereka adalah dunia bermain, kaya akan warna, imaginasi, petualangan dan gerak.

               Saya akan membagikan beberapa tips yang dapat kita terapkan saat mengajar dikelas 1.

               1. Kenali Siapa Anak-Anak Kita.

               Langkah awal saat kita akan mengajar kelas satu adalah kenali dunia mereka. Kita harus masuk dalam dunia mereka, misalnya anak anak sangat suka bermain. Maka kita masuki dunia bermain anak anak. Mereka akan mengapresiasi gurunya dan merasa gurunya menarik karena bisa diajak bermain bersama. Gunakan imaginasi, suasana kompetisi, dan petualangan saat berinteraksi dengan mereka. Setelah kita berbaur dengan dunia mereka, maka dengan mudah kita akan menggiring mereka memasuki dunia kita, dunia belajar.  Mereka pasti antusias saat kita mengajak mereka untuk belajar, apalagi dengan mengunakan metode yang tepat yang bisa mewadahi dunia mereka.

               2. Jangan Tergesa - gesa untuk Mencapai Target Tujuan Pembelajaran.

                 Jika mengajar di kelas jenjang lebih tinggi,  kita bisa lebih mudah fokus menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran. Sehingga materi akan bisa dituntaskan sesuai schedule. Akan tetapi di kelas 1 hal seperti itu tidak dapat dipaksakan. Hal awal yang harus diperhatikan guru kelas satu adalah menciptakan suasana yang nyaman untuk belajar. Baru langkah selanjutnya menyampaikan materi sesuai target.  Ingat Anak-anak kelas 1 adalah peralihan dari sekolah TK,  jadi pahami masa transisi mereka.

               3. Stop Pelabelan Negatif.

               Saat anak anak berbuat salah, kita jangan langsung men-justice kesalahan mereka. “Anak nakal, anak bodoh, anak malas”. NO! Mereka bukan anak malas, mereka hanya belum terbiasa untuk belajar dengan pola yang lebih teratur. Mereka bukan anak yang nakal, tapi mereka sedang belajar bersosialisasi dengan teman dan peraturan di sekolah. Guru harus menjadi mediator bagi mereka untuk mengenal dan memahami  pola belajar di tingkat sekolah dasar, lingkungan yang lebih besar.

               4. Target Utama di Kelas 1 Adalah Pembentukan Karakter.

                Menurut saya ada hal yang lebih penting daripada angka ketuntasan minimal dalam kompetensi dasar, yakni karakter. Pembentukan karakter lebih mudah di terapkan sejak dini, yakni di kelas satu. Ibarat mencetak adonan clay, membentuk karakter anak kelas satu lebih mudah. Mengapa? karena anak anak bersifat imitasi. Cenderung meniru. Pastikan anda menjadi sosok yang diidolakan anak anak, maka dengan mudah mereka akan meniru kita. Tentunya perlihatkan contoh dan pembiasaan yang positif bukan hal yang negatif.

               5. Sampaikan Pembelajaran dalam Suasana Gembira dan Menyenangkan.

                   Bukan zamannya lagi belajar disampaikan dalam suasana yang kaku, anak harus duduk rapi, tidak boleh berbicara, hanya guru yang dominan. Hal tersebut akan menimbulkan suasana horor di dalam kelas. Anak-anak akan tertekan dan ketakutan.  Sebagai guru kita harus memahami hal apa yang paling disukai anak-anak, apa yang membuat siswa kita gembira dan antusias. Kenali pola belajar anak. Bagaimana tipe belajar anak auditory, anak anak yang visual atau anak anak yang memiliki tipe belajar kinestetik.

Untuk siswa kelas 1 sebagian besar dari mereka adalah anak-anak yang kinestetik, dominan bergerak. Maka temukan metode yang tepat untuk mewadahi pola belajar mereka. Guru harus kreatif mengemas pembelajaran sebagai suatu permainan yang seru dan mengasyikkan. Sehingga keseriusan pembelajaran dikemas dalam permainan yang menarik.  Siswa kelas 1 menyukai  aktivitas yang melibatkan gerak. Untuk itu perlu digunakan metode yang bisa mewadahi keaktifan mereka. Misalnya dengan metode lacak kata, mencari jejak yang hilang, belajar diluar kelas ataupun melakukan aktivitas yang melibatkan gerakan. Untuk anak  tipikal auditori atau visual, aku gunakan metode membaca dengan nyaring, belajar dengan benda nyata dan gambar.

6. Selingi Pembelajaran Dengan Rekreasi.

               Rentang konsentrasi sangat  tergantung pada usia. Dan konsentrasi itu akan berkembang sejalan dengan tingkat usianya.  Untuk anak usia sekolah dasar durasi konsentrasi antara 30 - 40 menit. Sedangkan untuk anak usia Tk – klas 1 SD rentang konsentrasi mereka sekitar 12 -15 menit.

Saat terlihat siswa kita sudah tidak fokus, usil dengan temannya, banyak gerak itu tanda-tanda mereka kurang berkonsentrasi. Segera ajak siswa kita untuk berekreasi. Kita bisa mengajak mereka untuk bergerak, bernyanyi, menari, tepuk ataupun game-game ice breaker yang kita sesuaikan dengan kondisi.

                7. Libatkan Hati Dalam Mengajar.

               Dari keseluruhan tips diatas tidak akan berhasil jika mengajar tanpa melibatkan HATI. Apalah artinya jika mengajar tanpa melibatkan HATI. Anak anak dengan segala kepolosan dan keluguannya adalah manusia yang peka. Jika kita mengajar mereka dengan kasih sayang, dengan rasa cinta, maka mereka akan merasakannya. Jika kita mengajar dengan hati, maka mereka akan menerimanya dengan hati pula. Bukan hal yang sukar membentuk mereka, jika hatinya sudah tersentuh.

               Selama kita masih punya hati, tidak ada yang sulit untuk mengajar siswa kelas 1. Ingatkan hati kita untuk terus menerus mengajar karena Allah. Dengan begitu hati kita akan lebih lembut menerima mereka dengan rasa kasih sayang. Jadi tidak sulit bukan menjadi guru kelas 1?

 

 

        PROFIL PENULIS



Penulis adalah Arema (Arek Malang ) yang bernama Widya Setianingsih, S.Ag, Putri dari Bapak Syarif dan Ibu Martini. Menjadi guru di MI Khadijah Malang. Sejak 10 tahun yang lalu menjabat sebagai Pimred majalah sekolah bertajuk Kharisma, aktif di organisasi Komisi Pendidikan Nasional, dan menjadi ketua penggiat literasi madrasah (GELEM). Penulis sangat menyukai dunia menulis dan dunia mendongeng.

Memiliki buku solo, kumpulan puisi cinta yang berjudul Laras-Laras Makna dalam Puisi.

Buku antologi yang sudah diterbitkan adalah Buku Ajar Juara UAMBN, Bukan Guru Biasa, Bahagianya menjadi Guru, Berjuta Cinta dengan Cerita, Sekuntum Puisi, Bumi 14 hari, Kumandang Kisah remaja, Kado untuk ibu, Jejak Pena Pengembara Aksara, Kisah Laskar Ilmu di Masa Pandemi, Suara dalam Kata, Sekuntum Puisi, Sinergi Guru dan Siswa Melejitkan Prestasi, Merindukan Baitulloh, Kidung Cinta Sahabat, Kisah Para Pendaki Mimpi, Media Pembelajaran Pilihan Guru Hebat, Self Healing dalam Menulis.

Penulis dapat dihubungi melalui wa (085954558358), Ig. Widyabisma, facebook Widya Althafian atau

email widyabisma9@gmail.com.

Dan alamat blog https://widyabisma.blogspot.com/

3 komentar:

DI STASIUN PONDOK CHINA JODOHKU BERSATU

Popular posts