Air Mata Darah Bu Guru
Oleh : Damar Yasalam
Namaku Umi, aku seorang guru di SD Negeri di sebuah kota di Sumatra. Setelah mengabdi selama 15 tahun dan golongan kepangkatanku cukup serta hasil tes calon kepala Sekolah dinyatakan lulus aku pun mendapat tugas tambahan sebagai Kepala sekolah baca KS. Mengemban amanah menjadi KS awalnya kurasakan sesuatu yang berat, seiring waktu aku mencoba merangkul semua guru dan mengajak mereka saling bertukar pendapat tentang bagaimana memajukan sekolah dan meningkatkan prestasi.
Keterbukaanku pada semua rekan guru menumbuhkan suasana kerja yang lebih hangat dan seperti keluarga. Beberapa kali aku sengaja membawakan beberapa bungkus nasi uduk dan gorengan dan aku simpan di meja ruang guru lalu diberi tulisan : “silahkan bagi yang guru yang belum sarapan di rumah untuk mengambil 1 bungkus dan sarapan dahulu”. Ada salah satu guru yang bertanya :
“Ibu Umi Ultah Ya?” .
Saya jawab : “iya Bu, sambil melempar senyuman”.
Dia pun mendoakan :
“ Barokallah fii umrik ya bunda ! “.
“Terima kasih bun”.
Di lain waktu kadang aku membawa rebusan kacang tanah dipadu jagung manis, dan sesekali aku membawa pisang atau singkong rebus. Semua yang aku bawa alhamdulillah laris manis, para guru di sekolah menyukainya, entah karena enak rasanya, kelaparan atau karena gratisnya. Aku senang mereka tampak ceria menjalankan tugas mulianya mencerdaskan anak-anak bangsa. Semoga dengan suasana kerja yang kekeluargaan, murid-murid di sekolah menjadi nyaman dan senang.
Belum 1 tahun mengemban Amanah, ada bu guru rekan kerjaku yang mohon ijin minta waktu untuk menyampaikan sesuatu. Setelah aku persilahkan ia pun datang ke ruangan KS dan aku persilahkan untuk duduk dan minum air mineral yang ada di meja. Aku pun tak lupa menanyakan kabar bu Nia dan keluarganya. Tanpa kuduga ia menjawab :
“ Kabar saya lagi kurang baik Bu Umi, bahkan semakin memburuk”.
Mendengar jawaban bu Nia yang menyampaikan hal demikaian sambil segukan dan menangis, aku pindah tempat duduk ke sampingnya dan memeluknya sambil berkata :
“ Sabar ya Bu Nia, semoga Allah memberi kekuatan pada Ibu dan masalah keluarga ibu segera membaik”.
“ Ia bu Umi, terima kasih sudah berkenan mendengar cerita sedih saya dan keluarga”.
Setelah apa yang ingin disampaikannya padaku selesai, Bu Nia pamit karena jam dinding menunjukan pukul 13.00 WIB. Semua guru dan murid sudah pulang pada pukul 12.00 dan hanya kami berdua serta penjaga sekolah yang masih di Sekolah. Aku memanggil Pak Eman penjaga sekolah dan berpesan supaya semuanya dikunci dan jangan lupa pagar digembok. Aku langsung pulang menuju rumah. Sebelum tiba di rumah tak lupa aku mampir ke Warung Makan membeli lauk untuk makan siang keluarga. Maklum setelah lelah begini, enaknya tiba di rumah langsung makan bukan memasak. Hehehe…
Sepanjang jalan menuju rumah aku kepikiran dengan Bu Nia, dalam hatiku aku berdoa :
“ Ya Allah beri kekutan kepada Bu Nia untuk menghadapi cobaan berat dalam keluarganya” .
Pikiranku menerawang jauh ke awan : “ andaikan cobaan itu menimpaku, belum tentu akau sekuat Bu Nia”.
Aku membaca hamdalah, bahwa keluargaku baik-baik saja, suamiku sangat menyayangiku dan anak-anaknya.
Luuar biasa derita bu Nia, ia bekerja keras mengajar dan mengurus anak, sementara suaminya selingkuh dengan Wanita lain. Yang paling membuat aku marah dan dadaku terasa sesak adalah ia menjual kebun karet yang selama ini menjadi tumpuan keluarga. Uangnya tak sepeser pun di berikan pada bu Nia, dihabiskannya bersama Wanita selingkuhannya.
Sepekan setelah bu Nia curhat padaku, tampak fisiknya semakin kurus dan matanya tak berbinar lagi. Sering aku dekati dan peluk sambil membiskan mantra ajaib:
“ sabar ya Bu Nia, insya Allah semua ada balasannya”. Dan Ibu harus kuat demi anak-anak”.
Bu Nia menjawab :
“Iya Bu Umi, terima kasih”.
Badan bu Nia sebulan berikutnya semakin ringkih dan terdengar batuk-batuk. Pernah suatu kali aku lihat ia tertidur di meja guru di kelasnya pada jam istirahat. Meski bel masuk sudah berdering, saking lelahnya Bu Nia tak mendengar bahkan anak-anak anak sudah masuk dan duduk pun beliau masih tampak tidur dengan posisi kepala seperti sujud mencium meja disanggak kedua tangannya yang dilipat ditempelkan ke jidatnya.
KM kelas menadatangi ruang guru dan kebetulan aku sedang ikut obrolan para guru dan akan segera bubar ke kelas masing-masing. Sang KM melaporkan bahwa Bu Nia ketiduran, dan kami tak berani membangunkan. Sambil tersengum aku sampaikan ucapan terima kasih pada KM :
“ Terima kasih ya Irul, kamu KM yang bertanggung jawab, iya biar bu guru nanti ke kelas kamu”.
Dengan pelan aku usap usap punggung bu Nia sambil berbisik ke telinganya : “ Bunda, bunda bangun ..!!”.
Bu Nia perlahan bangun sambil matanya menatapku heran ia berkata : “ maaf ya Bu umi, saya ketiduran, semalam saya tak bisa tidur hingga subuh”. Ya sudah ibu istirahat saja pulang sekarang boleh”. Biar anak-anak bersama saya sampai jam terakhir.
Dengan mengangguk Bu Nia pamitan pada ku dan pada anak-anak :
“anak-anak maafkan bu guru ya, ibu lagi kurang sehat, doakan bu guru ya?”.
Serempak anak-anak menjawab : “ Semoga lekas sehat ya bu guru !!”.
Aku dan bu Nia serempak menjawab : “ Aamiin”.
Sejak kejadian tersebut bu Nia, sering tak masuk. Kadang sepekan hanya 2 atau 3 hari dan biasanya saat tidak masuk sekolah anak putrinya yang kelas VIII SMP pagi-pagi sebelum ke sekolah mampir ke ruanganku menyampaikan permohonan maaf bahwa ibunya sakit dan tak kuat ke sekolah. Atas inisiatif kami para guru kami mendatangi rumah bu Nia, dan menyarakan supaya beliau dirawat inap agar cepat ditangani dan sembuh.
Bu Nia pun menuruti saran kami para sahabatnya, ia dilarikan ke IGD dan diperiksa intens. Setelah dirawat selama hampir 2 pekan, pada upacara hari senin berikutnya bu Nia tampak hadir, berdiri di barisan belakang dengan wajah yang agak segar. Aku kebagian pembina upacara dan dalam amanatku sebagai pembina upacara aku berpesan supaya kita tetap menjaga kekompakan dan sealu peduli dengan penderitaan teman. Hari ini kita senang bu Nia sudah sehat dan bergabung lagi, semoga sehat terus !!”. Seluruh peserta upacara kompak menjawab : “aamiin”.
Setelah upacara kebetulan kelas bu Nia giliran pelajaran Olahraga dengan guru olahraga dan aku hampiri beliau lalu memapahnya, kuajak ke ruangan KS, dan aku segera persilahkan beliau duduk. Tak lupa aku ambilkan minum untuknya. Setelah tenang, aku mulai bertanya : “ bagaimana hasil diagnosa dokternya Bu?”.
Bagaikan mendengar petir di siang bolong, aku hampir teriak :
“apa…??”, kanker servic !!.
Aku segera memeluk bu Nia dengan erat, kudekap dan kucoba rasakan apa yang ada dalam hati dan pikiran bu Nia, dan hatiku terpukul karena sahabatku bu Nia yang baik, menderita kanker service. Kata dokter biasanya karena sering gonta ganti pasangan. What??.
Tak mungkinlah bu Nia demikian, dan itu pasti dari suaminya yang bejat, berselingkuh dan bisa jadi sering gonta ganti pasangan. Karena masih menjadi istrinya maka bu Nia menanggung resiko tepapar dari suaminya. Ibarat kata pepatah “suami bejat makan nangkanya, bu Nia yang kena getahnya”.
Kanker service yang diderita bu Nia, termasuk katagori ganas, sebulan sejak dirawat, aku dapat telepon dari putrinya bu Nia, bahwa beliau dilarikan ke IGD RS terdekat oleh para tetangga karena pingsan di rumah saat putrinya membeli bubur ayam pesanan bu Nia, karena tak selera makan. Biasanya kalau bubur ayam hangat ada kaldunya beliau mau, dan sekalian mau minum obat.
Aku hanya mendoakan bu Nia dari rumah karena memang prosedur RS di Riau tak ada jam kunjungan. Dan pasien hanya boleh ditunggu 1 orang yang memakai ID Card. Aku tanyakan pada purtinya Bu Nia gimana kabar beliau?. Dari putrinya dapat balasan via WA bahwa kondisinya mankin drop bahkan sudah sulit berkata-kata di pindah ke ruang ICU.
Karena telah larut malam, aku bilang kepada putrinya bu Nia, yang sabar Ya Nak. Terus berdoa semoga Bu Nia segera diangkat penyakitnya. Putri bu Nia menjawab melalui Wa Chat : “aamiin”. Paginya aku datang agak siang biasa pukul 07.00 ini telat 20 menit karena ada sedikit urusan membayar iuran kebersihan ke Bu RT.
Di ruang guru kulihat para guru berkumpul dan beberapa bu guru nangis ada yang segukan ada pula yang tesedu-sedu. Bu Kepsek , teman kita bu…. bu Nia telah tiada. Sepontan aku berucap :
“Inna lillahi wa Inna ilahi rooji’uuun”. Ya Allah begitu sayang Engkau pada sahabat kami Bu Nia, dan tak kau relakan ia lama-lama menderita, lalu kau panggil dirinya, semoga engkau tempatkan di tempat terbaikMu. Para guru yang lain kompak menjawab : “aamiin”.
Sekolah kegiatan belajar hari ini hanya asampai istirahat pukul 09.30 dan anak-anak dinfokan bahwa bu Nia telah tiada, dan kita berduka, yang mau takziah ke rumah almarhum dipersilahkan. Dan kita pulang lebih awal pulang saat jam istirahat. Sepontan anak-anak menjawab : “assiikk, pulanmg cepat” . Hus kamu mah maunya pulang saja, mau cepat main game ya?. Sambil tersipu malu anak tesebut menjawab : “hehehe…, iya bu guru”.
Selamat jalan bu Nia, semoga deritamu di dunia di balas kebahagiaan di akhirat. Aamiin.
berduka membacanya. Semoga guru-guru yang bergerak lillah selalu diberi perlindungan Allah. Diberi kemudahan dan pahala jariah . Aamiin
BalasHapusSemoga cepat sembuh yang sakit dan p Dail sehat selalu
BalasHapusCeritanya sedih pak,,ceritanya mengalir,menyentuh.sehat sellalu pakbdail skluarga
BalasHapusðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜ ....Turut berduka, moga bu Nia dterima amal baiknya dan mendapatkan kebahagiaan abadi di surga
BalasHapusSangat mengharukan.Pengorbanan tanpa menuntut balasan.
BalasHapus